Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus, meradang videonya dipotong menjadi ‘DPR tidak setara dengan rakyat,’ dan disebarkan di media sosial. Deddy mengatakan terdapat dana sebesar Rp 8 miliar yang digunakan untuk buzzer, guna menggoreng pernyataannya.
Pernyataan tersebut berasal dari salah satu acara talk show di televisi swasta. Di dalamnya, Deddy sebagai Anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan menyebutkan bahwa jangan menyamakan anggota DPR dengan rakyat biasa.
Menurutnya, aneh jika membandingkan anggota DPR dengan rakyat biasa. Dirinya menyampaikan agar jangan melihat hanya berdasarkan cuplikan video.
Deddy mengatakan, jika ingin membandingkan, seharusnya anggota DPR dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Menteri, Kapolri, Dirjen atau Deputi Lembaga Negara. Jika tidak, menurutnya merupakan sesat logika, sama seperti membandingkan gaji Jenderal dengan prajurit.
"Namun sama buzzer dipotong seoalah-oleh saya mengatakan bahwa membandingkan gaji DPR dengan rakyat adalah sesat logika, wah jahat bangat," terangnya dalam video yang diunggah di akun media sosialnya dikutip Minggu (24/8).
"Tapi rendahan sih, ini kayak dulu orang yang memotong video Ahok," lanjutnya.
Menegaskan, Deddy menyebutkan bahwa permasalahan yang dibahas dalam acara tersebut adalah terkait dengan gaji antara DPR dan rakyat, bukan persoalan status.
"Jadi buzzer-buzzer bayaran. Saya diaminlah. Biarin kalian dapat makan. Tetapi banyak orang terpengaruh karena video itu hanya secuil," ujarnya.
Deddy meminta agar video ditonton secara keseluruhan, guna mengetahui sebenarnya seperti apa tayangan tersebut.
Selain itu, Deddy juga menyampaikan persoalan tunjangan perumahan yang juga diributkan masyarakat. Menurutnya, tunjangan tersebut bukan pendapatan anggota dewan, karena merupakan biaya yang dipakai layaknya tunjangan bensin.
Tunjangan tersebut tidak hanya untuk DPR, melainkan pejabat negara lainnya seperti jajaran Direksi BUMN, Menteri, Dirjen, hingga Kapolri. Serta telah diatur dalam undang-undang keuangan negara.
"Kalau tidak beralasan dan melanggar aturan tidak akan di izinkan oleh BPK, jadi jangan bentur-benturkan," tegas Deddy.
"Ini pesanan siapa? Partai gajah mabuk atau fufufafa, gua gak ngerti. Tapi kabarnya Rp 8 miliar nih dibayar untuk megokestrasi buzzer itu," jelasnya.