Jakarta, Gesuri.id - Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negaran (BAKN) DPR RI, Andreas Eddy Susetyo prihatin akan maraknya judi online (judol) di Indonesia.
Persoalannya data yang diterima dari PPATK, judol kini sudah merambah ke usia anak anak. Artinya pelaku judol tidak hanya dilakukan orang dewasa.
“Ya data di kami judol tidak hanya dilakukan orang dewasa. Tapi ribuan anak anak usia dibawah 10 tahun juga sudah main judol. Kondisi ini tentunya memprihatinkan,” ujar Andreas saat membuka acara FGD Penanganan aktivitas keuangan ilegal Malang Raya yang digelar OJK Malang, Senin (15/12).
Baca: Ini 5 Kutipan Inspiratif Ganjar Pranowo Tentang Anak Muda
Andreas mengaku prihatin, anak anak ini merupakan generasi penerus bangsa. Sehingga mental judi harus disingkirkan dari pola pikir anak anak.
Terlebih lagi, semua agama melarang judi. Sebab judi tidak membuat orang kaya tapi justru sebaliknya menjerumuskan ke dalam kehidupan yang sengsara.
Berbicara keuangan ilegal, kata Andreas ada tiga persoalan besar di era digital. Yakni pinjol (pinjaman online), judi online (judol) dan investasi bodong.
Terkait korban pinjol data yang diterima Andreas, 42 persen korbannya para guru dan ibu rumah tangga.
Praktek di lapangan pinjol didanai judol. Sedangkan data dari Komdigi para pelaku judol justru memakai dana bantuan pemerintah yakni bansos (bantuan sosial)
“Bahkan hasil laporan PPATK dalam kurun 5 tahun terakhir, uangnya mencapai 1000 triliun. Ini jelas angka yang fantastis,” terang anggota DPR RI Dapil Malang Raya ini.
Tak hanya itu, lanjut Andreas, yang membuatnya miris mayoritas pelaku judol justru didominasi oleh kelompok MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).
“Jadi oknum pelakunya judol justru pendapatannya dibawah 5 juta,” ucap Politisi PDI Perjuangan ini.
Berkaca dari itu, Andreas meminta OJK memperketat pengawasannya terkait jasa industri keuangan. Artinya selain penindakan, pengawasan juga harus diperkuat lagi. Mengingat tren penipuan online juga sangat cepat di lapangan.
Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik
“Meskipun sudah ada satgas Pasti, tentu tidak cukup,” kata Andreas.
Andreas pun mengusulkan agar OJK bersama dengan lembaga keuangan baik perbankan dan asuransi untuk ikut serta memberikan edukasi dan sosialisai terkait kesadaran akan pentingnya literasi keuangan.
“Jadi OJK tentu harus kolaborasi dan sinergi dengan ormas, pemuka agama dan pendidik juga sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran menjauhi judol,” pungkasnya.

















































































