Ikuti Kami

Apresiasi KPK, Anton Ungkap Kebusukan Monopoli Ekspor Benur

"Namun sayang, dalam pelaksanaannya selalu ada ketimpangan antara tujuan dan cara".

Apresiasi KPK, Anton Ungkap Kebusukan Monopoli Ekspor Benur
Dr H Anton Charliyan, selaku Pembina Komunitas Nelayan Bibit Benur dan Lobster Jabar dan Sulsel. (Foto: Istimewa)

Tasikmalaya, Gesuri.id - Komunitas Nelayan Bibit Benur dan Lobster Jawa Barat (Jabar) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sudah berhasil membongkar monopoli ekspor benur atau benih lobster.

Dr H Anton Charliyan, selaku Pembina Komunitas Nelayan Bibit Benur dan Lobster Jabar dan Sulsel menyatakan, monopoli ekspor benih lobster memang sangat mencekik para nelayan dan membingungkan para eksportir saat ini.

Baca: Empat Pilar Kebangsaan Modal Hadapi Gerakan Transnasional

Anton menyatakan, perdagangan ekspor lobster dalam negeri pasca dibuka perizinan  secara resmi dengan Peraturan Menteri KKP 12/ PERMEN -KP/ tahun 2020  langsung mendapat sambutan luar biasa dari para pelaku usaha, karena memang merupakan sektor bisnis yang sangat menjanjikan. Walhasil, dalam waktu singkat kurang lebih sudah terdaftar 60 Perusahaan. 

"Namun sayang, dalam pelaksanaannya selalu ada ketimpangan antara tujuan dan cara. Selalu ada saja yg memanfaatkan celah bisnis ini dengan dibuatnya aturan, dengan dalih untuk menertibkan dan menyederhanakan proses ekspor ini," ujar Anton.

Namun, lanjut mantan Kapolda Jabar itu, pada kenyataannya aturan tersebut menjadikan biaya membengkak. Penyebabnya adalah terjadinya  monopoli hasil kolusi antara PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang mengatur regulasi bernuansa monopoli bahwa eksportir dari Indonesia  harus dikirim melalui 6 perusahaan yang ditunjuk asosiasi (PELOBI).

Dan harga belinya lebih rendah sehingga  sangat merugikan para nelayan.

"Hal ini sudah merupakan  indikasi adanya praktek suap (fee).Padahal pembeli kita bisa menjual dengan laba  Rp 5-10 ribu buat benur jenis mutiara  , Rp1.000-2.000  buat benur jenis pasir," ungkap Anton.

Mantan Kapolda Sulsel itu melanjutkan, dari sisi kargo pun jasa ongkos pengiriman dikondisikan dengan harga per ekor sebesar Rp 1.800. Hal itu jelas sangat memberatkan para eksportir.

Padahal, sambung Anton,  jasa kargo biasanya dihitung per kilogram. Biaya itu didapat dari  besaran keuntungan pengiriman kargo saja.

"Kemudian kalau menjualnya diluar 6 perusahaan yang ditunjuk,  Pelobi Cargo sengaja tidak akan memberangkatkannya. Disini semakin terlihat monopolinya, sementara 6 perusahaan yang ditunjuk tersebut belum teruji masalah pembayaran dan teknis  sortirannya. Bahkan di Vietnam keenam perusahaan tersebut sudah di blacklist," ungkap Anton.

Baca: Putra: Generasi Muda Harus Jadi Pelopor, Bukan Pelapor!

Anton menjelaskan sudah ada bukti konkret berdasarkan informasi langsung dari Vietnam sebagai negara tujuan ekspor, bahwa ke 6 perusahaan tersebut juga bermasalah dengan pemerintah Vietnam. Bahkan ditemukan ada beberapa dokumen yang dipalsukan oleh perusahaan-perusahaan itu. 

"Kami berharap KPK kali ini tidak setengah-setengah. Menteri bisa saja ditangkap, tapi jika jaringanya tetap dibiarkan sama saja  bohong. Usut sampai tuntas semua oknum dan jaringan yang terlibat sampai ke akar-akarnya!" tegas Anton.

Anton menjelaskan, akan sangat banyak sekali jaringan yang terlibat didalam kasus ini. Dia mengatakan, pihaknya sudah mendata dan mencatat para pihak yang terlibat itu.

Anton pun mengatakan, kasus ini tak tertutup kemungkinan berlaku juga dalam ekspor komoditas  lainnya.

"Mudah-mudahan dengan terbongkarnya ekspor benur ini, akan berdampak pada penyehatan sistem ekspor komoditas lainnya di Indonesia," ujar Anton

"Bravo KPK , tunjukkan bahwa hukum benar-benar bisa menjadi pelindung dunia usaha di Republik ini. Sehingga ada jaminan kepastian hukum yang mampu menentramkan dunia usaha kita," pungkasnya.

Quote