Ikuti Kami

Aria Bima Heran Kebijakan Kembali Perbolehkan Pejabat Gelar Rapat di Hotel: Duitnya Siapa?

Menurutnya, tanpa adanya penambahan anggaran kebijakan ini tak akan berdampak apa pun.

Aria Bima Heran Kebijakan Kembali Perbolehkan Pejabat Gelar Rapat di Hotel: Duitnya Siapa?
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima mempertanyakan kebijakan pemerintah yang kembali memperbolehkan pejabat menggelar rapat di hotel.

Menurutnya, tanpa adanya penambahan anggaran kebijakan ini tak akan berdampak apa pun.

“Menteri dalam negeri memperbolehkan kegiatan di hotel. Persoalannya tidak berkegiatan di hotel itu kan akibat efisiensi. Diperbolehkan tapi duitnya tidak tambah pakai duitnya siapa,” ungkapnya usai berkunjung ke kantor Wali Kota Solo Respati Ardi, Selasa (10/6/2025).

Menurutnya, kembali menggelar rapat di hotel akan berdampak baik bagi perekonomian.

Segala usaha yang memasok bisnis perhotelan akan hidup dengan adanya kebijakan ini.

“Besok kita akan tanyakan juga karena tiap periode rapat ada rapat dengan Mendagri. Pertemuan di hotel terkait belanja aparatur untuk rapat di hotel benefitnya bukan hanya rapat di hotelnya. Tapi kan pajaknya, UMKM, tenaga kontraknya, multiplier effect-nya kan luas,” jelasnya.

Meski begitu ia memahami adanya kebijakan efisiensi sebagai imbas dari pendapatan yang tak mencapai target.

“Menteri Keuangan harus buka lock-nya. Jangan dikunci. Ini yang lebih penting. Saya percaya pemerintahan Pak Prabowo dan Ibu Sri Mulyani efisiensi akibat pendapatan yang tidak mencapai target. Maka sudah mencairkan defisit anggaran yang 600 triliun dicairkan 45 persen,” jelasnya.

Ia berharap dana transfer ke daerah juga bisa ditambah seiring dengan kembali diperbolehkannya menggelar rapat di hotel.

“Kita harapkan dengan keputusan Mendagri untuk membolehkan pemkot mengadakan berbagai kegiatan termasuk kegiatan di hotel diimbangi dengan tambahan anggaran transfer di daerah jangan dikurangi kaya efisiensi kemarin,” tuturnya.

Wali Kota Solo Respati Ardi menegaskan kebijakan efisiensi tidak serta merta bisa diartikan melarang menggelar rapat di hotel.

Menurutnya, semua tetap bergantung pada kebutuhan.

“Kalau nggak di hotel sewa kursi, tenda, lebih mahal mending di hotel aja. Ini masalah efisien bukan tidak boleh di hotel,” jelasnya.

Selain tak sering menggelar rapat di hotel, ia sendiri telah memangkas sejumlah pos anggaran seperti perjalanan dinas.

“Efisiensi terkait perjadin. Bisa sampai Rp 30-40 miliar,” terangnya.

Ia juga berharap bisnis perhotelan dapat menawarkan produk yang lebih sesuai dengan penganggaran di pemerintahan.

Dengan begitu pemerintah dapat berjalan secara efisien bisnis perhotelan juga tetap hidup.

“Saya harap hotel bisa menyesuaikan SHS (Standar Harga Satuan) kita disesuaikan dengan belanja kita. Mereka harus menyesuaikan,” tuturnya.

Menurutnya, bisnis perhotelan yang lesu tak berdampak signifikan pada pendapatan dari sektor pajak.

Ia lebih memperhatikan bagaimana para pekerja di bidang itu bisa tetap mencari penghidupan.

“Kita bisa mengalokasi pajak dari sektor lain. Tapi ini kan masalah pekerja di hotel itu yang menjadi concern. Malah justru dari pekerja-pekerjanya. Toh event rame-rame hotel nggak jujur pajaknya sama kita,” ungkapnya.

Quote