Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Dapil Kalimantan Barat II, Paolus Hadi, menghadiri acara Gawai Nosu Minu Podi ke-I tingkat Kecamatan Bonti di Rumah Betang Piri Juru Dewan Adat Dayak Bonti. Pembukaan gawai tahunan ini menandai puncak syukur atas hasil panen dan menjadi momentum penting bagi masyarakat adat Dayak Bonti untuk mempererat tali silaturahmi, Senin (9/6/2025).
Acara pembukaan turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting Staf Ahli Bupati, Yakobus, Kepala Dinas Pertanian, Kubin, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Alipius, Ketua TP PKK Kabupaten Sanggau, Yohana Kusbariah, Anggota DPRD Kabupaten Sanggau, Forkopimcam, Para Camat, Kepala Desa, serta Tokoh Adat.
Dalam sambutannya, Paolus Hadi menyampaikan rasa bangganya melihat perkembangan Kecamatan Bonti.
“Hari ini Kecamatan Bonti hebat, Nosu Minu Podi yang pertama,” ujarnya.
Ia mengenang masa jabatannya sebagai Bupati Sanggau yang lalu, di mana peresmian rumah betang menjadi cikal bakal berkumpulnya sembilan penjuru suku adat dengan berbagai stan.
“Hari ini datang semua. Saya selaku pemuntuh agung melihat semua ini adalah cerminan kebanggaan kita semua sebagai masyarakat adat Dayak. Bersyukur dengan apa yang telah kita lakukan, lalu berkumpul di tingkat desa, tingkat temenggungnya, dan hari ini tingkat kecamatannya. Terakhir nanti kita akan tutup di Dori Empulor. Saya kira Sanggau sudah sangat hebat,” tegas Paolus Hadi.
Ia juga menyamakan perayaan syukur panen di Dayak dengan tradisi Thanksgiving di Eropa.
“Di Eropa dulunya mereka juga bersyukur atas panen padi atau panen apalah mereka, gandum, dan juga yang lainnya, tetapi hari ini mereka tidak ada lagi bertani untuk pribadi, namun di bawah pemerintahnya. Tetapi mereka tetap merayakan syukurannya yang disebut dengan Thanksgiving. Jadi setiap tahun mereka merayakan itu, makan bersama, berkumpul bersama,” jelasnya.
Sebelum secara resmi membuka Gawai Nosu Minu Podi, Bupati Sanggau, Drs. Yohanes Ontot, M.Si, mengajak seluruh hadirin untuk memahami esensi kehidupan orang Dayak. Ia menyoroti perubahan pandangan terhadap masyarakat Dayak yang dulunya dianggap kecil dan lemah.
“Bersama untuk memahami kehidupan orang Dayak. Pada hari-hari sebelumnya dianggap orang kecil, dianggap orang kurang segala-galanya, dianggap orang lemah segala-galanya. Kalaupun dulu orang dayak kuat bisa berkelahi sesama Dayak, ngayau namanya. Tapi hari ini ngayaunya tidak ada lagi secara tradisional,” ungkapnya.
Bupati Sanggau menekankan pentingnya persatuan dan menghindari sikap eksklusif.
“Kalau bisa dihilangkan ngayau itu tadi. Bapak Anggota DPR RI sudah menjelaskan kita harus bersatu kembali dengan catatan tidak menganggap kita ini suku bangsa yang eksklusif, menganggap dan merendahkan orang lain. Tetapi kita harus menganggap orang lain pun sejajar dengan kita untuk kita maju bersama, untuk membangun daerah ini,” paparnya.
Ia juga menegaskan makna Rumah Betang sebagai simbol kebersamaan.
“Bagi orang Dayak ini membangun sukunya secara pribadi, kelompok, ini penting untuk dipahami karena menghadapi globalisasi ini tidak bisa kita melepaskan diri dari bergandengan tangan, baik sesama suku maupun dengan berbeda suku, kalau tidak kacau kita. Kita kembali lagi memahami dan memaknai rumah Betang ini sebagai simbol kebersamaan, sebagai sebuah simbol kekeluargaan, sebagai sebuah simbol rasa duduk sama rendah berdiri sama tinggi,” jelas Ontot.
Lebih lanjut, Yohanes Ontot mendorong masyarakat untuk kembali berladang secara modern dan mengembangkan diversifikasi tanaman pangan.
“Saya secara pribadi masih menghimbau kalau masih bisa kita untuk berladang ya berladang yang modern agar kita kalaupun sawitnya banyak tetapi kalau beras tidak ada di pasar mau jadi apa. Ke depan petani mungkin tidak hanya padi tetapi juga bisa sawit, kalau bisa juga porang,” harapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya ketahanan pangan dalam menghadapi krisis global.
“Saya berharap ke depan kita-kita ini harus mampu membaca situasi yang berkembang. Maka untuk para kader-kader Saya berharap membawa masyarakat ini untuk menanam makanan pendamping beras, agar kita nanti tidak terjadi krisis ekonomi sehingga memicu peperangan di belahan bumi ini karena sekarang hutan-hutan sudah sulit, hutan tidak bertambah tetapi manusia terus bertambah. Itu yang harus kita pahami bersama, agar kita bisa menjawab tantangan dari waktu ke waktu,” pungkas Ontot.
Kegiatan pembukaan Gawai Nosu Minu Podi ditutup dengan kunjungan para tamu undangan ke stan-stan suku adat Dayak Kecamatan Bonti, menunjukkan kekayaan budaya dan produk lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.