Ikuti Kami

Arteria Pertanyakan Pertemuan Firli dengan TGB

Arteria mempertanyakan dan meminta penjelasan Firli terkait pertemuan dengan mantan Gubernur NTB Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).

Arteria Pertanyakan Pertemuan Firli dengan TGB
Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan. Foto: tribunnews.com.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan menjadi orang pertama yang melontarkan pertanyaan kepada calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK), Irjen Firli Bahuri dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).

Arteria mempertanyakan dan meminta penjelasan Firli terkait pertemuan dengan mantan Gubernur NTB Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) yang cukup kontroversial.

Baca: Tender Stadion BMW Janggal, Ima: Libatkan KPK

"Apa betul saudara capim ini pernah bertemu dengan yang namanya TGB? Bisa membedakan ya antara bertemu, mengadakan hubungan, mengadakan hubungan, dengan melakukan permufakatan jahat. Apa sih konteks pembicaraanya," tanya Arteria.

Arteria juga menanyakan kapan waktu pertemuan berlangsung, juga status TGB saat pertemuan dengan Firli itu terjadi. Dia juga bertanya apakah Firli telah melaporkan pertemuan itu kepada KPK.

"Apaka saudara capim pernah diperiksa oleh instansi saudara capim sendiri? Apakah hasil pemeriksaannya sudah dibawa ke pimpinan KPK? Apakah pimpinan KPK membawanya ke dewan pertimbangan pegawai," cecar Arteria.

Politisi PDI Perjuangan ini lantas menyinggung sikap KPK yang memutuskan Firli bersalah karena telah melalukan pelanggaran kode etik berat karena bertemu TGB. Adapun putusan tersebut baru diumumkan oleh KPK dalam konferensi pers yang digelar Rabu (11/9).  

Arteria merasa curiga dengan sikap KPK karena informasi dugaan pelanggaran etik itu baru disampaikan sehari sebelum uji kepatutan dan kelayakan Firli.

"Pertemuan Mei 2018 dengan fakta sederhana tiba-tiba baru diputus ketika (seleksi capim) 10 besar. Cilakanya lagi saat capim ini kurang 1x24 jam dilangsungkan fit and proper test," katanya.

Arteria meyakini pengumuman soal dugaan pelanggaran etik tersebut sengaja dilakukan oleh KPK. Pasalnya, kata dia, tidak ada kata sengaja dalam dunia politik.

"Dalam politik tidak ada yang namanya tidak sengaja, semua penuh perencanaan. Maka kita ingin pastikan jangan sampai KPK main politik, ditunggangi kepentingan politik," tutur Arteria.

Padahal, kata Arteria, dari keterangan salah satu pimpinan yang juga menjadi capim KPK, Alexander Marwata, pengumuman soal pelanggaran etik Firli itu tak sah. Arteria menyebut, dari keterangan Marwata, tiga pimpinan KPK telah menyatakan perkara Firli selesai dan tak terbukti.

"Seandainya itu memang tidak benar, namanya  penzaliman sistematis, ini masalah pernyataan fitnah, membuat surat palsu, mengumbar informasi palsu melalui institusi resmi," tuturnya.

Pembuatan surat palsu dan penyampaian informasi palsu ini, kata Arteria, dapat diancam dengan hukuman pidana lebih dari sembilan tahun.

"Tapi jangan sampai ini terjadi terus. Ini perbuatan serius. Pergunakan kesempatan ini sebagai momentum untuk klarifikasi," ucapnya.

Adapun saat kejadian itu terjadi, Firli saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK disebut pernah bertemu dengan TGB sebanyak dua kali. Padahal KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.

Baca: PDI Perjuangan Tegaskan Tidak Lemahkan KPK

Sebelumnya, KPK mengirim surat ke DPR menyusul pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli Bahuri. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, surat yang dikirimkan KPK itu berkaitan dengan status Firli sebagai calon pimpinan KPK yang sedang mengikuti proses seleksi di DPR.

Saut Situmorang mengatakan, KPK berharap surat tersebut dapat menjadi pertimbangan DPR dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK.

Menurut Saut, seorang pimpinan harus mempunyai integritas serta tidak memiliki afiliasi politik supaya KPK tidak terjerumus dalam pusaran kepentingan politik. "KPK wajib menegakkan hukum secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun," ujar Saut.

Menjawab pertanyan Arteria, Firli menegaskan isu yang tesebar belakangan ini tak sepenuhnya benar. Dia mengatakan pertemuan itu di lapangan terbuka dan tidak ada maksud apa pun.

Firli menjelaskan, pada 13 Mei 2018 dirinya bertemu dengan TGB. Pertemuan terjadi di lapangan tenis.

"Saya tidak mengadakan pertemuan atau tidak mengadakan hubungan, saya harus jelaskan itu. Tapi kalau bertemu yes, i meet master tuan guru Zainul Majdi. Where? Di lapangan tenis, itu terbuka," kata Firli.

Mantan Kapolda NTB ini menjelaskan bahwa saat itu dia datang ke lapangan tenis pukul 06.30 Wita. Kehadirannya karena diundang oleh komandan korem (Danrem) jauh hari sebelum tanggal tersebut.

Dia menceritakan setelah bermain tenis sebanyak dua set, sekitar pukul 9.30 Wita, TGB datang ke lapangan tenis. 

"Lalu Danrem langsung bilang, foto-foto dulu lalu diunggah ke media sosial. Jadi bukan KPK menemukan dan memfoto," ujarnya.

Menurut Firli, tidak ada yang salah jika dia bertemu orang di tempat terbuka dan pertemuan itu tidak direncanakan atau bukan mengadakan pertemuan. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa pertemuan dengan TGB saat itu status yang bersangkutan bukan tersangka.

Baca: Revisi UU Lemahkan KPK? Mana Buktinya

"Pasal 36 UU KPK disebutkan mengadakan hubungan dengan seseorang, tersangka atau pihak lain yang ada perkaranya di KPK. Saat saya bertemu TGB, yang bersangkutan bukan tersangka dan hingga saat ini tidak pernah menjadi tersangka," katanya menegaskan.

Firli juga menegaskan pertemuannya dengan TGB itu tidak membicarakan perkara apapun, bahkan perkara divestasi Newmont sudah dilakukan ekspose pada 6 Agustus 2018. Dalam putusan ekspose, dia bahkan meminta kasus penyertaan saham Pemprov NTB ke PT Newmont harus dilakukan audit.

Quote