Jakarta, Gesuri.id - Menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), arus mobilitas masyarakat diprediksi meningkat signifikan. Titik yang menjadi perhatian utama adalah jalur penyeberangan Merak–Bakauheni, yang saban tahun menghadapi kemacetan panjang dan penumpukan kendaraan.
Dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI bersama Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, BMKG, dan Basarnas/BNPP, Anggota Komisi V DPR RI, Mukhlis Basri, menilai perlunya langkah yang lebih strategis untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Kita kira untuk mengatasi kemacetan setiap tahun baru Natal dan Lebaran sebenarnya yang harus disiapkan adalah kapal besar. Jadi berhentikan dulu kapal kecil-kecil itu. Saya kira kalau kapal-kapal besar selesailah urusan macet-macet di Merak–Bakauheni. Saya ini kan penggunanya, Pak,” ujarnya dalam rapat di Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (10/12/2025).
Mukhlis menilai penggunaan kapal berkapasitas besar akan mengurangi antrean kendaraan secara signifikan. Dengan daya angkut yang lebih tinggi, waktu tunggu dapat diperpendek dan arus mobilitas di dua pintu masuk utama Jawa–Sumatra itu menjadi lebih lancar.
Ia menekankan pentingnya penataan ulang pola operasi kapal agar puncak mobilitas Nataru tidak kembali memicu kemacetan parah.
Tidak hanya itu, Mukhlis mengingatkan kembali konsep pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai solusi jangka panjang.
Gagasan yang telah muncul sejak masa Presiden Soekarno dan kembali dibahas pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, menurutnya, layak dihidupkan kembali dan masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Yang kedua ini program jangka panjang dan ini sudah pernah direncanakan dari jamannya Pak Presiden Soekarno dan terakhir di jamannya Pak SBY. Masalah JSS yaitu Jembatan Selat Sunda. Bagaimana ini supaya dimunculkan kembali, supaya menjadi prioritas yang dimasukkan di PSN. Saya kira ini yang bisa mengatasi bagaimana menyambungkan Sumatra dan Jawa,” jelas legislator dari Dapil Lampung I tersebut.
Selain isu penyeberangan, politisi PDI Perjuangan itu juga menyoroti tingginya tarif tol di Lampung. Ia menilai kenaikan tarif yang mencapai Rp500 per kilometer—dari Rp1.300 menjadi Rp1.800 per kilometer—membuat ruas tol menjadi sepi dan membebani masyarakat serta distribusi logistik.
“Masalah tol Lampung, ini termahal di Indonesia. Masalah tol ini rame banget urusan ini. Bayangkan naiknya nggak tanggung-tanggung, naiknya 500 per kilo, dari Rp1.300 menjadi Rp1.800 per kilometer. Mohon ini untuk ditinjau. Sekarang tolnya sepi,” ujarnya.
Mukhlis menekankan bahwa kelancaran mobilitas Jawa–Sumatra, terutama melalui Lampung sebagai pintu gerbang utama, harus menjadi prioritas pemerintah. Pelabuhan Bakauheni yang berada di wilayah tersebut menjadi titik vital yang memengaruhi persepsi kelancaran konektivitas nasional.
Karena itu, ia mendorong optimalisasi layanan penyeberangan, evaluasi tarif tol, serta terobosan jangka panjang seperti JSS untuk menjamin transportasi yang aman dan efisien dalam jangka panjang.

















































































