Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengungkapkan organisasi-organisasi agama mapan memiliki tantangan di era Revolusi Industri 4.0 yang penuh disrupsi saat ini.
Tantangan itu adalah kelenturan mereka dalam beradaptasi dengan zaman.
Baca: Ribuan Orang Hadiri Tahbisan Uskup, Berdoalah Dalam Sunyi...
"Tantangan bagi organisasi2 agama Islam yang lama (NU, Muhammadiyah dll) atau gereja Katolik/Protestan dll yang sudah TERUJI PULUHAN/RATUSAN TAHUN untuk membuktikan BUKAN kekuatannya tapi kelenturannya beradaptasi sepanjang zaman," ujar Budiman di akun Twitternya, baru-baru ini.
Budiman mengungkapkan, organisasi-organisasi agama yang baru cenderung lebih menarik dimata umat dan masyarakat. Sebab cara kerja mereka yang lentur atau adaptif dengan zaman.
Seperti pemanfaatan teknologi komunikasi dalam ritus-ritus ibadat.
Padahal, doktrin agama yang mereka pegang sejatinya juga kuat.
"Organisasi2 baru umat beragama ini (apapun agamanya) bisa lebih menarik emosi umat sebab cara kerja mereka yang lentur dengan spirit zaman sekarang tapi dengan doktrin yang kuat," papar Budiman.
Sementara, lanjut Budiman, organisasi-organisasi mapan dari agama-agama yang ada sudah terlalu administratif.
"Padahal yang dicari umat beragama di era kocok ulang sekarang adalah MAKNA EKSISTENSI DIRI yang pasti (dunia sampai akhirat), bukan seperangkat aturan administratif yang pasti," ujar Budiman.
Budiman mengingatkan, disaat manusia sudah mampu melakukan hal-hal yang selama ini dikira cuma bisa dilakukan Tuhan, umat beragama mau menjaga misteri keIlahian tetap ada, dan mereka survive dalam misteri itu.
Baca: Herman Ungkap Keprihatinan Acara Tahbisan Uskup Ruteng
Ini lebih menenangkannya daripada jadi bingung oleh kecakapan-nya sendiri yang "Ilahiah". Gejala itulah yang berhasil ditangkap oleh organisasi-organisasi baru dalam agama.
"Ya memang akan banyak sekali makna hidup dikocok ulang di era disrupsi (kocok ulang) ini. Akibatnya mereka berpegangan pada apapun yang unik yang bisa memberi "kepastian". Yang lama goyah, yang baru tak mereka pahami. Akhirnya mereka cari kemasan baru dengan isi lama (pasti)," papar Budiman.