Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris mengkritik pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) buntut maraknya kasus keracunan massal yang terjadi dalam di bulan terakhir.
Charles bahkan menyebut masalah keracunan MBG mirip seperti kasus COVID-19 yang korbannya terus bertambah setiap harinya.
Kritik itu disampaikan Charles kepada Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Kepala BPOM di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10).
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
Charles mulanya menyebut bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) bertujuan mulia, yakni mengentaskan persoalan gizi buruk bagi anak-anak Indonesia. Namun, menurut Charles, program yang baik ini hendaknya diikuti oleh pelaksanaan yang baik pula dengan mengkoordinasikan semua pihak terkait.
"Bapak Ibu, saya rasa di sini tidak ada yang meragukan tujuan dan niat baik dari program ini ya. Dan saya rasa, kita semua setuju, tujuan dari program ini bagaimana ke depan kita harus bisa mengentaskan gizi buruk di Indonesia. Namun tentunya niat baik dan tujuan baik harus diikuti juga dengan pelaksanaan yang baik, koordinasi yang baik," ujar Charles.
"Saya rasa bapak ibu semua ingat ya, kita di Komisi IX, dari awal sudah mengingatkan kepada BGN untuk bisa berkoordinasi dengan baik dengan lembaga-lembaga lainnya, bahkan dengan Badan POM itu kita masukkan dalam kesimpulan rapat, bahwa harus ada kerja sama. Tetapi beberapa minggu berjalan juga kerjasamanya hanya sebatas mengizinkan Badan POM untuk memberikan pelatihan sampai kejadian kasus, kasus keracunan, kasus keracunan, kasus keracunan," sambungnya.
Legislator PDI Perjuangan dari Dapil DKI Jakarta III itu lalu menyoroti soal percepatan pemberian Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) kepada SPPG. Ia mewanti-wanti agar penerbitan sertifikat ini dilakukan secara hati-hati dan tidak asal-asalan.
"Terkait dengan SLHS ya, bahwa Kementerian Kesehatan akan mempercepat proses SLHS. Ini bagus sih sebetulnya buat saya bahwa ada keinginan untuk memastikan semua dapur sekarang punya SLHS tapi kalimatnya Bapak ini membuat saya juga menjadi was-was, mempercepat jangan sampai mengurangi kualitas Pak," terangnya.
Charles kemudian membuka dua dokumen mengenai SLHS. Pertama adalah inspeksi kesehatan lingkungan SPPG, yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Serta inspeksi kesehatan lingkungan yang biasa digunakan untuk jasa boga.
"Dan dua dokumen ini ternyata tidak sama, banyak yang kalau dalam industri makanan biasa itu ada, kalau untuk SPPG dihilangkan, tidak ada. Contoh persyaratan tentang sistem drainase di area luar bangunan, lalu persyaratan apa ini teknis lah, penggunaan APD, tempat sampah di penyimpanan umum, dll," paparnya.
Baca: Ganjar Dukung Gubernur Luthfi Hidupkan Jogo Tonggo
"Jadi banyak di industri makanan atau dapur pada umumnya tapi kenapa SPPG tidak ada hak hal seperti ini. Jangan sampai kualitas dari SLHS yang dikeluarkan, diburu-buru dan juga akhirnya dibuat lebih apa ya, lebih tidak ketat sehingga ke depan bisa saja keracunan terjadi kembali," lanjut Charles.
Dengan banyaknya kasus keracunan yang diduga akibat dari kelalaian tata kelola MBG, Charles sampai merasa bahwa situasi hari ini seperti situasi saat Indonesia dilanda virus COVID-19. Di mana setiap harinya ada korban yang bertambah.
"Karena apa Pak, saya hari-hari ini kok merasa seperti kembali ke jaman pandemi COVID-19 Pak. Kalau dulu itu kita melihat setiap hari nungguin angka, angka yang bertambah setiap harinya terkena infeksi COVID-19, berapa banyak. Hari-hari ini, setiap hari kita nungguin. Hari ini kejadian keracunan di mana lagi," ungkapnya.
"Dua hari lalu di Ciamis sama di Lampung, kemarin di Jakarta sama di Garut. Hari ini mau di manalagi pak? Maka dari itu Pak SLHS jangan diterbitkan asal-asalan, saya minta SLHS dibuat ketat, sehingga dapur-dapur juga mengikuti dengan baik," pungkas Charles.