Ikuti Kami

Dewi Aryani Minta IDI Klarifikasi Pemecatan Mayjen Terawan

Sudah menangani lebih dari 4000 pasien pemecatan Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto oleh IDI menimbulkan polemik.

Dewi Aryani Minta IDI Klarifikasi Pemecatan Mayjen Terawan
Dewi Haryani Hilman

Semarang, Gesuri.id – Pencabutan izin praktek sementara Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membuat DPR angkat bicara. Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani pun meminta penjelasan detail terkait putusan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) pengurus besar IDI.

Dewi yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan pun merasa perlunya klarifikasi menyeluruh oleh IDI atas pemecatan dan pencabutan izin tersebut. Diketahui, dokter Terawan dianggap telah melanggar kode etik karena metode 'cuci otak'nya dengan metode DSA (Digital Subtraction Angiogram). Di mana metode ini dianggap menyalahi aturan dan belum berbasis ilmiah.

(Baca Juga: Presiden Tegaskan Impor Garam Khusus untuk Industri)

Padahal Terawan yang juga Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta di sudah menangani lebih dari 40.000 pasien. Bahkan cukup banyak tokoh nasional yang sudah mencoba metode DSA ini. Seperti mantan Wapres Try Sutrisno, mantan kepala BIN Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan, dan juga istri sejumah figur publik lainnya.

Metode DSA ini sendiri dapat penolakan paling keras dari Prof DR dr Hasan Machfoed, ketua Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi). Sehingga tatkala diperiksa MKEK IDI dianggap sudah melakukan pelanggaran etik kedokteran yang berat sehingga dikeluarkan dari keanggotan IDI selama setahun yang secara otomatis membuat Terawan tak bisa melakukan praktek kedokterannya terhitung sejak 26 Februari 2018.

(Baca Juga: Bikin Macet, Transportasi Online Harus Dibatasi)

Nah, menurut Dewi perlunya Komisi IX memanggil pihak IDI, Terawan, dan pihak dari RSPAD Gatot Soebroto. Hal ini bertujuan agar publik segera mendapatkan klarifikasi dari masalah tersebut menjadi jernih. "Pemecatan juga ada kriterianya. Maka, harus dijelaskan pelanggaran beratnya apa saja dan kenapa setelah bertahun-tahun praktiknya berjalan?" tanyanya.

Dewi heran lantaran praktek cuci otak sudah berjalan sekian tahun untuk mengobati ribuan orang namun sekarang tiba-tiba dibilang melanggar kode etik. "Kalaupun ada pelanggaran seharusnya sejak awal sudah di-stop. Di rumah sakit 'kan ada tim etik, ada para dokter senior yang paham tentang etik kedokteran dan clinical pathway," ujarnya.

(Baca Juga: Polisi Kini Ikut Awasi Proyek Infrastruktur)

Klarifikasi sejumlah pihak terkait, lanjut Dewi, sebagai langkah dalam meredam keresahan yang berkembang di tengah masyarakat. “Jika pelanggarannya hanya administrasi mestinya ada solusi bukan pemecatan. Jika berat maka IDI dan pihak dokter Terawan harus menjelaskan kepada publik supaya tidak makin meresahkan dan jadi polemik berkepanjangan.," bebernya.

Quote