Jakarta, Gesuri.id - Komisi XI DPR RI menyoroti penempatan dana Rp200 triliun ke bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di tengah masih tingginya kredit menganggur (undisbursed loan) yang telah menembus Rp2.000 triliun.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menilai, kebijakan tersebut berpotensi menambah beban tanpa memberikan dampak signifikan terhadap penyaluran kredit.
“Tambah Rp200 (triliun) kita enggak tau nih untuk apa. (Kredit nganggur) Rp2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp200 triliun malah bikin beban,” kata Dolfie dalam rapat kerja dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta, Rabu (17/9).
Baca: Ganjar Pranowo Ungkap Masyarakat Takut dengan Pajak
Data OJK menunjukkan kredit menganggur per Juni 2025 mencapai Rp2.304 triliun, naik dari Rp2.152 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan kredit per Agustus 2025 tercatat 7,56 persen (year on year/yoy) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,63 persen (yoy), sehingga rasio kredit terhadap DPK (LDR) berada di level 86,03 persen.
Menurut Dolfie, karena kredit belum tersalurkan secara optimal, dana Rp200 triliun yang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhirnya akan menjadi beban.
Hal itu karena SAL sendiri dihimpun dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui pembayaran bunga.
Maka dari itu, meski likuiditas perbankan bertambah dengan kucuran dana pemerintah, Dolfie mewanti-wanti agar penyalurannya tetap maksimal. Ia juga meminta OJK menjelaskan kategori kondisi likuiditas perbankan saat ini.
Dirinya juga menambahkan, tren pertumbuhan kredit sudah melambat sejak tahun lalu. Ia menilai OJK seharusnya memiliki analisis mendalam mengenai faktor-faktor penyebab penurunan tersebut, baik yang berasal dari kondisi domestik maupun eksternal.
“Artinya OJK sudah punya analisa ini faktornya ada di dalam ekonomi, atau di luar ekonomi. Kalau di dalam ekonomi kan misalnya apakah prospek pasar sekarang kita risiko tinggi sehingga orang enggak mau berusaha, apakah faktor karena bunganya yang terlalu tinggi sehingga orang enggak mau ambil kredit, atau faktor kemudahan mengambil kredit,” ujarnya lagi.
Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai tingginya undisbursed loan masih mencerminkan optimisme pelaku usaha terhadap prospek bisnis ke depan.
Baca: Ganjar Dukung Gubernur Luthfi Hidupkan Jogo Tonggo
Sebab, pengertian kredit menganggur sebenarnya merupakan kredit yang sudah disetujui, namun realisasinya tertunda menyesuaikan kebutuhan debitur.
“Tetapi ini tentu para pengusaha ini punya sense sendiri untuk melihat bagaimana ini, kira-kira kapan kita akan men-disbursed loan ini. Sehingga kemudian pengembangan (usaha) besar akan dilakukan,” ujarnya.
Ia menyampaikan, setelah pemerintah memindahkan dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank Himbara, OJK berkomitmen untuk terus menganalisis perkembangan sektor usaha dan prospek bisnis agar penyaluran kredit perbankan lebih efektif.
“Jadi memang ada dialog juga antara pengawas dengan teman-teman perbankan untuk memastikan loan ini kemudian efektif,” kata Dian pula.