Ikuti Kami

Febri Diansyah: Bencana di Sumatera Tunjukkan Gagalnya Pemberantasan Korupsi Sektor SDA

Ini bukan sekadar ucapan selamat Hari Antikorupsi. Hingga hari ini bangsa ini belum selamat dari perilaku-perilaku koruptif

Febri Diansyah: Bencana di Sumatera Tunjukkan Gagalnya Pemberantasan Korupsi Sektor SDA
Praktisi Hukum sekaligus mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (kiri) - Foto: DPP PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id – Praktisi hukum sekaligus mantan Jubir KPK Febri Diansyah menegaskan tragedi bencana di Sumatera harus menjadi “alarm keras” atas gagalnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam (SDA). Pernyataan itu disampaikan Febri dalam Seminar Nasional Hari Antikorupsi Sedunia yang digelar di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa (9/12).

“Ini bukan sekadar ucapan selamat Hari Antikorupsi. Hingga hari ini bangsa ini belum selamat dari perilaku-perilaku koruptif,” ujar Febri memulai paparannya. 

Ia menilai fenomena banjir bandang dan longsor yang melanda berbagai wilayah di Sumatera menunjukkan wajah kegagalan strategi pemberantasan korupsi dalam satu dekade terakhir.

Menurut Febri, korupsi dalam sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan telah lama mempercepat kerusakan lingkungan. Dengan merujuk kasus-kasus terdahulu yang ditangani KPK maupun kejaksaan, ia mencontohkan bagaimana suap izin alih fungsi kawasan hutan berkonsekuensi pada kerusakan yang nilainya “jauh lebih besar dari sekadar uang suap”.

“Di salah satu kasus di Riau, nilai suap hanya sekitar 1,5 miliar. Tapi nilai tegakan pohon yang hilang ratusan miliar,” tegasnya.

Febri menilai refleksi atas bencana yang terjadi hari ini harus dilakukan secara mendasar, bukan sekadar menambal aspek teknis atau menambah bantuan darurat. Ia menyoroti bagaimana praktik korupsi politik, pungutan liar, hingga jual beli jabatan menjadi faktor yang berhubungan langsung dengan kerusakan ekologis.

Ia juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi kerap melenceng dari kerangka demokrasi ketika disalahgunakan sebagai alat politik. “Kalau penegakan hukum dipakai untuk menyerang lawan politik atau pihak yang kritis, itu sudah mendekati praktik otoritarian,” kata Febri.

Dalam paparannya, Febri mendorong agar tujuan besar pemberantasan korupsi dikembalikan pada prinsip keadilan sosial. Menurutnya, kondisi ketimpangan sosial, khususnya di kawasan konsesi sawit dan tambang, semakin mempertegas urgensi pembenahan institusional dan regulasi yang kerap longgar atau bersifat abstrak.

“Bencana di Sumatera adalah pelajaran paling mahal. Jika penegakan hukum tetap hanya memproses individu, tanpa membenahi akar institusional, maka kita hanya menciptakan ilusi pemberantasan korupsi,” tutup Febri.

Quote