Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Giri Ramanda Kiemas, mengingatkan agar proyek penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan secara jujur dan terbuka, bukan sekadar mengejar tenggat waktu peluncuran.
“Kawan-kawan di Fraksi PDI Perjuangan berharap sejarah ditulis dengan tulus, hati yang bersih, dan menceritakan apa yang ada. Bukan menyembunyikan sesuatu untuk mengagungkan seseorang,” kata Giri saat menghadiri Sarasehan dan Diskusi Kebangsaan Bulan Bung Karno 2025 di Venue Kebon Gede, Kecamatan IB II Palembang, Jumat (20/6/2025).
Pernyataan ini merespons rencana Kementerian Kebudayaan yang menargetkan peluncuran buku sejarah versi terbaru pada Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Target ambisius tersebut memicu sorotan publik, terutama setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan pernyataan kontroversial terkait peristiwa 1998 yang dinilai menyimpang dari fakta sejarah.
“Kita memang punya sejarah kelam, dan itu harus kita akui. Itu bagian dari sejarah bangsa. Bukan untuk ditutupi,” tegas Giri, menyoroti pentingnya penyajian sejarah secara utuh kepada masyarakat.
Ia juga menyarankan agar pemerintah tidak memaksakan tenggat waktu jika substansi buku sejarah masih belum matang.
“Kalau memang masih perlu pembahasan menyeluruh, lebih baik penerbitannya ditunda. Jangan diluncurkan kalau masih ada yang belum tuntas,” ucapnya.
Lebih lanjut, Giri mendorong adanya keterlibatan publik dalam proses finalisasi draf buku sejarah melalui mekanisme uji publik.
“Harus ada uji publik. Publik perlu tahu mana yang lemah, mana yang tidak tepat. Dari situ kita bisa perbaiki bersama. Bisa jadi ada lebih dari satu versi yang layak dipertimbangkan,” jelas mantan anggota DPRD Sumsel itu.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kualitas isi jauh lebih penting ketimbang mengejar momentum simbolik semata.
“Kalau Agustus ini bisa selesai dan tidak ada masalah, silakan. Tapi kalau masih banyak yang harus dibenahi, lebih baik ditunda sampai tuntas,” pungkasnya.