Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI yang juga MPR RI, I Wayan Sudirta, mengajak mahasiswa melakukan aksi-aksi nyata, sebagai wujud nyata dari nilai-nilai 4 pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945 NRI, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, di Gedung PHDI Bali, Senin (19/5).
Acara tersebut dipandu oleh Penasihat LBH KORdEM Bali, Putu Wirata Dwikora, SH, MH, dihadiri mahasiswa Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa dan pengurus PHDI Bali, termasuk ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, SH. Dan langsung pada suasana sosialisasi tersebut, Ikatan Mahasiswa Alumni 4 Pilar MPR RI untuk Gotong Royong yang diketuai Komang Angga Pratama Putra, Sekretaris Putu Agus Ananda Guna Prasetya, Wakil Ketua I: Destra Erlangga Ramdani, Wakil Sekretaris 1: Kadek Agus Udiyana, Wakil Sekretaris 2: Nugroho, mengagendakan satu kegiatan sosial, pada Selasa (20/5).
‘’Besok kami publikasikan apa bentuk kegiatannya, setelah kegiatan dilaksanakan’’ kata Angga Pratama Putra.
Memaparkan berbagai advokasi nyata yang dilakukannya, seperti Tim Advokasi untuk kelompok marjinal, sampai membentuk jaringan organisasi seperti Pemuda Hindu, Bali Corruption Watch, KORdEM Demokrasi Bali, LBH KORdEM, Tim Pembela Pengungsi Timtim Eks Transmigran Bali dan lain-lain, Sudirta menyatakan bahwa apa yang dilakukannya bersama sejumlah aktivis sejak Orde Baru sampai sekarang, adalah pelaksanaan dari ajaran tentang gotong royong yang menjiwai Pancasila sebagai dasar negara.
Sebagai anak-anak bangsa, para mahasiswa yang putra-putri Bali itu, terang Sudirta, tidak cukup dengan mengeluh saja melihat berbagai fenomena negatif dari kehidupan kebangsaan yang berlangsung belakangan ini, seperti korupsi yang merajalela, intoleransi disana-sini, sampai ancaman nyata terhadap ideologi Pancasila, oleh kelompok tertentu yang ingin mengganti dasar negara, katanya.
Generasi muda dan mahasiswa justru harus lebih keras dan lebih ulet dibanding para pendiri bangsa yang telah memerdekakan Indonesia dari belenggu penjajahan, termasuk pengorbanan berbagai pihak termasuk raja-raja dan kesultanan yang merelakan kerajaannya untuk menjadi Republik Indonesia dibawah ideologi Pancasila.
‘’Mari lakukan aksi-aksi nyata, betapapun kecilnya, bagaimana perjuangan perlu Kerjasama, kebersamaan, selain kerja keras, kejujuran, keberanian, dan semangat pantang menyerah,’’ kata Sudirta.
Sudirta berkali menyebutkan, semacam keajaiban Indonesia dengan Pancasila nya, dengan membandingkannya dengan kekaisaran Ottoman yang agung terpecah di tahun 1920-an. Sebaliknya, Indonesia yang terdiri aneka kerajaan dan kesultanan, para pemudanya mendeklarasikan Sumpah Pemuda pada 1928 dan berpuncak pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai negara demokrasi berbentuk republic.
Apa yang merekatkan persatuan dan proklamasi kemerdekaan itu, yang membuat Indonesia bertahan sampai sekarang, tak lain adalah nilai-nilai kebangsaan yang dirumuskan sebagai Pancasila oleh Bung Karno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945.
Berkali-kali Sudirta memberi contoh, bagaimana berbagai rumah ibadah yang berbeda-beda ada di pulau dan daerah yang bertebar dari Sabang sampai Merauke, dalam suasana toleransi yang secara umum masih bisa bertahan.
Walaupun disana-sini masih ada intoleransi, dibanding negara-negara lain yang intoleransinya pecah dalam bentuk peperangan yang berlangsung menahun, keadaan Indonesia relative lebih baik.
Pancasila, imbuh Sudirta, adalah nilai-nilai perekat yang masih mampu mempersatukan anak-anak bangsa di Republik Indonesia ini, walaupun korupsi merajalela dan belum bisa diberantas sampai bersih.
‘’Tapi, kalau sampai ideologi dan nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara ini roboh, diganti dengan ideologi lain yang tidak mengayomi kebhinekaan dari suku, agama, budaya yang ada di Indonesia, tidak ada jaminan republik ini tetap bisa berdiri,’’ pungkas Sudirta.