Jakarta, Gesuri.id - Calon Presiden dari PDI Perjuangan Ganjar Pranowo mengambil selama menjadi Gubernur Jawa Tengah 10 tahun lamanya, ia juga kerap menghadapi konflik agraria.
Namun dari pengalaman itu, kini Ganjar Pranowo mengaku paham betul, konflik agraria tidak hanya bisa diselesaikan hanya masalah ganti rugi.
Menurut Ganjar, setiap ada sengketa tanah untuk kebutuhan pembangunan diperlukan adanya mitigasi yang dilakukan pemerintah dan pihak swasta.
Baca: Abdy Jelaskan Kenapa Ganjar Pranowo Layak Jadi Presiden RI
Misalnya saja kata Ganjar Pranowo soal kasus rempang. Menurut Ganjar, saat ini jauh berbeda ketika zaman dulu.
Di mana dulu, saat pemerintah mau membangun bisa mengusir warga dengan alasan tidak ada sertifikat.
“Dulu, dulu, ketika kebijakan pemerintah akan dilakukan dan dilaksanakan pokoknya iya aja deh ini tanahnya enggak ada sertifikat,” jelas Ganjar Pranowo.
Namun kini kata Ganjar sudah jauh berbeda. Pemerintah saat ini sudah mau memberikan ganti rugi meskipun tanah tersebut belum tersertifikasi.
Akan tetapi kata Ganjar, yang perlu dicatat, bahwa ganti rugi saja terkadang tidak cukup menyelesaikan masalah.
Perlu adanya mitigasi jauh-jauh hari sebelumnya untuk memindahkan warga yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun mendiami tanahnya.
Maka Ganjar pun mengkritik kerap tidak adanya dilibatkan antropolog, psikolog, sosiolog, atau bahkan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam konflik agraria.
“Mitigasi itulah yang penting untuk mencegah, sehingga saya sampaikan ke Menteri PU, Menteri Perdagangan, Menteri Investasi, coba anda merekrut karyawan yang tidak semuanya insinyur, tolonglah antropolog, psikolog, sosiolog agar dia bisa menjelaskan dulu,” beber Ganjar.
Baca: Ganjar Semangati Warga Banyumas Raya agar Lebih Kreatif
Terkadang kata Ganjar, pemerintah memang lebih suka lewat pintu depan dengan menyodorkan harga ganti rugi yang sesuai.
Namun ketika itu akan dilaksanakan, ternyata akan terkaget-kaget dengan konflik agraria yang terjadi di depan mata.
“Kadang pemerintah gak mau capek, jadi udahlah pengadaan tanah aja, begitu hukumnya berjalan jeglek, begitu gong berjalan tampilah kekerasan,” beber Ganjar.