Ikuti Kami

Ironi, Rokhmin Dahuri: Indonesia Masih Impor Lebih dari 2 Juta Ton Garam Per Tahun

Rokhmin: Kita harus segera keluar dari ketergantungan impor.

Ironi, Rokhmin Dahuri: Indonesia Masih Impor Lebih dari 2 Juta Ton Garam Per Tahun
Anggota Komite IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komite IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, melakukan kunjungan kerja ke pabrik pengolahan garam industri di Pecatu dan Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (3/8/2025), bersama I Nyoman Adi Wiryatama dan Ketut Suwendra. Kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis memperkuat kemandirian sektor garam nasional yang selama ini masih bergantung pada impor.

“Kita harus segera keluar dari ketergantungan impor. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, tapi masih mengimpor lebih dari 2 juta ton garam per tahun. Ini ironi,” kata Rektor Universitas UMMI Bogor itu, dikutip pada Senin (4/8/2025).

Dalam kunjungan tersebut, Prof. Rokhmin mengapresiasi potensi produksi garam industri di Bali yang dinilai mampu memenuhi standar kebutuhan nasional, khususnya untuk sektor pangan, farmasi, dan kimia. Ia menyoroti pentingnya modernisasi teknologi produksi, peningkatan kualitas, serta integrasi antara petani garam lokal dan industri besar.

Selain itu, ia menegaskan perlunya jaminan harga dan kepastian pasar bagi para petambak. Menurutnya, jika dikelola secara terpadu dan berbasis teknologi, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik, tapi juga menjadi eksportir garam industri.

Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan DPP PDI Perjuangan tersebut juga menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dan lembaga riset dalam mendorong inovasi. "Dengan potensi geografis dan dukungan teknologi, Indonesia seharusnya mampu menjadi negara swasembada garam industri," tambahnya.

Tak hanya mengunjungi pabrik, Prof. Rokhmin juga menyempatkan diri berdialog langsung dengan para pengumpul lobster dan nelayan di pesisir Tabanan. Kegiatan ini menunjukkan kepeduliannya terhadap pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

“Laut bukan hanya sumber ekonomi, tapi juga warisan ekologi yang harus dijaga. Kita harus bangun ekonomi biru yang selaras dengan konservasi,” tegas mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2001–2004 itu.

Salah satu momen penting dalam kunjungan ini adalah pelepasliaran benih penyu hijau (Chelonia mydas) ke Samudera Hindia. Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap konservasi spesies laut yang terancam punah, serta bagian dari edukasi publik tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.

"Kesejahteraan nelayan harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Kita tidak bisa bicara pembangunan tanpa menjaga laut sebagai sumber kehidupan," imbuhnya.

Ia juga menyerukan pentingnya dukungan teknologi, permodalan, dan regulasi yang berpihak kepada nelayan kecil. 

“Ekosistem pesisir kita ibarat tambang emas biologis. Kalau dikelola cerdas, bisa sejahterakan rakyat tanpa merusak alam,” ujar Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University itu.

Kegiatan ini mendapat apresiasi dari masyarakat lokal dan aktivis lingkungan. Pendekatan Prof. Rokhmin dianggap sebagai contoh sinergi antara pembangunan ekonomi biru dan pelestarian lingkungan, sekaligus mendorong arah kebijakan kelautan nasional yang lebih adil dan berkelanjutan.

Quote