Ikuti Kami

Junico Siahaan Soroti Pentingnya Redefinisi Konsep 'Siaran' dalam Revisi UU Penyiaran

Perkembangan teknologi digital telah mengaburkan batasan antara media konvensional dan platform digital.

Junico Siahaan Soroti Pentingnya Redefinisi Konsep 'Siaran' dalam Revisi UU Penyiaran
Anggota Komisi I DPR RI, Junico B.P. Siahaan.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR RI, Junico B.P. Siahaan, menyoroti pentingnya redefinisi konsep “siaran” dalam revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang tengah dibahas DPR RI. 

Ia menilai perkembangan teknologi digital telah mengaburkan batasan antara media konvensional dan platform digital, sehingga regulasi penyiaran yang ada perlu diperbarui secara fundamental.

"Awalnya memang redefinisi ini penting. Karena kalau dibilang siaran, definisinya kan one to many. Sementara hari ini platform (digital) tidak merasa bahwa mereka menyiarkan," kata Junico, yang akrab disapa Nico, dikutip pada Jumat (18/7/2025).

Nico mengibaratkan situasi ini seperti konflik yang pernah terjadi antara taksi konvensional dan transportasi daring. Menurutnya, kedua sektor itu bersaing di industri yang sama, namun hanya satu pihak yang tunduk pada regulasi sebagai penyedia jasa transportasi.

"Yang satu menganggap dirinya perusahaan perhubungan, yang satu bilang platform. Sementara mereka sudah ambil pangsa industri existing. Ini sama dengan penyiaran," ucapnya.

Tanpa adanya titik temu dalam definisi hukum, lanjut Nico, revisi UU Penyiaran terancam kehilangan efektivitas. Ia bahkan membuka wacana perlunya pembentukan undang-undang baru yang khusus mengatur platform digital.

"Kalau enggak ketemu mungkin kita bicara mengenai undang-undang yang baru. Nggak bisa lagi bicara masalah undang-undang penyiaran. Karena tantangan ke depan ada AI, ada Starlink, kita nggak tahu nyebutnya apa nanti," tegasnya.

Selain aspek hukum, Nico juga menyoroti dampak ekonomi dari pergeseran iklan ke platform digital. Ia menyebut kondisi ini telah menggerus pendapatan media konvensional dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

"Hari ini teman-teman radio televisi sudah menjerit. Iklannya 90 persen ada di sebelah sana. Sudah ada PHK batch pertama 4000 orang dari televisi, dan pasti akan ada batch berikutnya," ungkapnya.

Sebagai langkah konkret, Nico mendorong penguatan lembaga pengawas seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perlindungan terhadap konsumen, dan pengaturan iklan agar lebih adil di era media multiplatform.

Ia juga menyarankan agar pendekatan regulasi meniru model negara-negara Eropa, yang berani mengatur dominasi platform digital besar. Untuk itu, Nico mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam proses revisi.

Di akhir pernyataannya, ia menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran perlu segera diselesaikan meski belum sempurna, demi mengejar ketertinggalan regulasi dari perkembangan industri.

"Kalau kita nunggu sempurna terus, lima tahun lagi belum selesai. Jadi revisi undang-undang penyiarannya yuk kita selesaikan. Definisi yang hari ini ada, yuk kita sama-sama sampaikan," pungkasnya.

Quote