Ikuti Kami

Komaruddin Beberkan Rincian 7 Perubahan RUU Otsus Papua

Pansus juga mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat dalam forum RDPU, baik yang dilakukan di DPR maupun di luar DPR.

Komaruddin Beberkan Rincian 7 Perubahan RUU Otsus Papua
Ketua Pansus Revisi Undang-undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) Papua, Komaruddin Watubun.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Pansus Revisi Undang-undang Otonomi Khusus (RUU Otsus) Papua, Komaruddin Watubun, membeberkan berbagai perubahan di aturan baru tersebut, yang tercakup dalam 20 pasal. 

Setelah menjelaskan berbagai dilema yang dihadapi pihaknya akibat adanya elemen yang menolak revisi, Komaruddin menegaskan Pansus berupaya melibatkan partisipasi berbagai stakeholder seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya.

Selain turun ke kedua provinsi, Papua dan Papua Barat, Pansus juga mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat dalam forum RDPU, baik yang dilakukan di DPR maupun di luar DPR.

Baca: Puan: RUU Otsus Papua Mengawali Penutupan Masa Sidang V DPR

Awalnya, Pemerintah hanya mengajukan perubahan tiga pasal. Namun akhirnya setelah rapat panjang, ada tambahan 15 pasal di luar substansi yang diajukan, plus 2 pasal substansi materi di luar Undang-Undang.

"Sehingga, terdapat 20 pasal yang mengalami perubahan," kata Komaruddin saat menyampaikan laporan sebelum pengesahan RUU Otsus Papua, di Jakarta, Kamis (15/).

Dia lalu menyampaikan beberapa perubahan pasal yang penting.

Pertama, RUU otsus Papua ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi Orang Asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian, serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat.

"Dalam bidang politik, hal ini dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik bagi Orang Asli Papua dalam keanggotaan di DPRK, sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD yang diinisiasi dalam RUU," kata Komaruddin Watubun.

Kekhususan ini juga mencakup bidang pendidikan dan kesehatan, bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, hingga bidang pemberdayaan.

Kedua, terkait lembaga MRP dan DPRP, RUU ini memberikan kepastian hukum bahwa lembaga itu berkedudukan di masing-masing ibu kota Provinsi. Serta dengan memberikan penjelasan mengenai penamaan masing- masing lembaga agar tercipta kesamaan penyebutan nama untuk kegunaan administrasi pemerintahan.

"RUU ini juga memberikan penegasan bahwa anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik," ulasnya.

Ketiga, terkait partai politik lokal. RUU ini mengadopsi Putusan MK Nomor 41/ PUU-XVII/2019 dengan menghapus ketentuan pada ayat (l) dan (2) Pasal 28. Sebagai wujud kekhususan di Papua, maka keanggotaan DPRP dan DPRK, selain dipilih juga dilakukan pengangkatan dari unsur Orang Asli Papua.

"Dengan disediakannya ruang pengangkatan, hal ini diharapkan dapat memenuhi keinginan nyata Orang Asli Papua," bebernya.

RUU ini juga memberikan kepastian hukum terkait pengisian jabatan wakil gubernur yang berhalangan tetap. Aturan sebelumnya, “apabila wakil gubernur berhalangan tetap, jabatan wakil gubernur tidak diisi sampai habis masa jabatannya”. Kini diubah menjadi “diisi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Keempat, terkait Dana Otsus. Komaruddin mengatakan Dana Otsus mengalami peningkatan dari 2 persen DAU Nasional menjadi 2,25 persen. Namun RUU ini memperkenalkan sebuah tata kelola baru bagi penggunaan Dana Otsus.

Tata Kelola baru tersebut yaitu pencairan Dana Otsus dilakukan melalui 2 skema. Yakni penerimaan umum dan penerimaan yang berbasiskan kinerja pelaksanaan.

Penerimaan berbasiskan kinerja pelaksanaan ini mengatur bahwa sebesar minimal 30 persen dialokasikan untuk pendidikan, dan 20 persen untuk kesehatan.

RUU ini juga mengatur indikator dalam pembagian penerimaan Dana Otsus termasuk memperhatikan jumlah Orang Asli Papua, tingkat kesulitan geografis, dan indeks kemahalan konstruksi.

Mekanisme pembagian Dana Otsus dilakukan dengan melibatkan peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi. DPD juga dilibatkan dalam pengawasan pengelolaan Dana Otsus. Juga diatur hadirnya rencana induk (grand design) yang ditetapkan oleh Menteri Bappenas.

"Melalui perubahan tata kelola Dana Otsus, diharapkan berbagai persoalan pembangunan selama ini dapat diatasi," katanya.

Kelima, hadirnya sebuah Badan khusus Percepatan Pembangunan Papua BK-P3. Hal ini demi mengatasi banyak program/kegiatan yang tidak sinkron dan harmonis. BK-P3 akan diketuai langsung oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan, serta masing- masing perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Papua.

Keenam, terkait pemekaran provinsi di tanah Papua, dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP, juga dapat dilakukan oleh Pemerintah dan DPR, tanpa melalui tahapan daerah persiapan.

Baca: Kenneth: Bu Risma Tak Bermaksud Rendahkan Warga Papua

"Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan dan aspirasi masyarakat Papua dan memberikan jaminan dan ruang kepada Orang Asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial budaya," urai Komaruddin Watubun.

Ketujuh, bercermin dari lambatnya realisasi peraturan pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001, maka di RUU ini ada komitmen batas waktu paling lambat 90 hari kerja dan bagi Perdasi diberi waktu 1 tahun.

"Sebagai bentuk komitmen DPR atas pelaksanaan UU ini, maka DPR dan Pemerintah melakukan sebuah terobosan hukum dengan mengatur bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dengan DPR, DPD, dan Pemerintah Daerah Provinsi-Provinsi di Papua," katanya.

"Pesan orang-orang bijak, 'keledai sekalipun tidak mau masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya'. Oleh sebab itu, mari kita berkomitmen untuk melaksanakan seluruh Revisi Undang-Undang sesuai dengan Tugas dan Wewenang kita masing-masing," pungkasnya.

Quote