Bengkulu, Gesuri.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendorong seluruh pengawas di Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri mencermati sungguh-sungguh area rawan korupsi di pemerintah daerah, sehingga tindak pidana korupsi oleh pemangku kepentingan daerah dapat diminimalkan.
"Para irjen harus pahami area rawan korupsi. Juga hati-hati, anda dicermati. Ada oknum-oknum yang memanfaatkan jabatan. Mentang-mentang inspektorat lalu panggil SKPD, mengancam dan minta uang. Ada itu. Jadi tolong, harus ada perubahan," kata Mendagri saat memberikan pengarahan dalam Rapat Pemutakhiran Data Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP) Tingkat Nasional Tahun 2018 di Bengkulu, Selasa (9/10).
Baca: Daerah Harus Fokus Terapkan e-planning
Tugas pengawasan oleh Itjen, lanjut Mendagri, seringkali terhambat oleh konflik kepentingan pribadi para pengawas. Adanya keterikatan dengan ASN yang korup mengakibatkan penindakan tersebut menjadi sungkan dilakukan oleh pengawas Itjen.
"Bapak, ibu di Itjen tugasnya mengawasi tapi praktiknya tidak bisa; karena inspektorat itu masih di bawah sekda ya bagaimana? Mau memeriksa sesama SKPD, tapi itu temannya, repot juga," kata Tjahjo.
Untuk menghindari konflik kepentingan dalam pengawasan Itjen tersebut, maka Mendagri mengatakan seharusnya pengawas inspektorat berada langsung di bawah kepala daerah dan Mendagri.
Mendagri menjelaskan pihaknya saat ini sedang menyusun peraturan baru terkait pengaturan posisi pengawas inspektorat, sehingga nantinya di aturan baru tersebut, inspektorat kabupaten-kota bertanggung jawab langsung kepada gubernur, sedangkan inspektorat provinsi bertanggung jawab kepada Mendagri.
"Kemandirian itu yang harus kita lihat. Kalau masih seperti ini, sampai kapan pun juga tidak akan bisa (mandiri)," tegas Tjahjo.
Baca: Rudianto: Jangan Mudah Percayai Oknum Janjikan Lolos CPNS
Tiga area utama yang harus dicermati rawan korupsi adalah terkait perencanaan anggaran, dana hibah dan bantuan sosial, serta retribusi dan pajak.
Berdasarkan data Kemendagri, tercatat kasus suap di pemerintah daerah ada 466 kasus, korupsi pengadaan barang dan jasa 180 kasus, dan penyalahgunaan anggaran 46 kasus. Selain itu masih ada 2.350 PNS, yang telah dijatuhi hukuman, belum diberhentikan dari jabatannya.