Jakarta, Gesuri.id — Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan yang bermitra dengan Kemenpora RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Tenaga Kerja & Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (TKP2MI) Mercy Barends mengecam dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa Rizki Nur Fadhilah, remaja asal Bandung yang dijanjikan bermain sepak bola, tetapi diduga akhirnya dieksploitasi di Kamboja.
Kronologi seperti yang dilaporkan keluarga korban menunjukkan adanya modus iming-iming kontrak pemain sepak bola, namun korban dibawa ke luar negeri dan dipaksa bekerja secara tidak sah sebagai scammer daring.
Di sisi lain, pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa “RNF tidak terindikasi sebagai korban TPPO” menurut analisis mereka dianggap Mercy tidak simpatik dan pro korban TPPO. Pernyataan tersebut menimbulkan kegelisahan publik dan keluarga, karena ada video dari Rizki yang menyatakan bahwa meskipun kondisinya “baik-baik saja”, namun fakta korban telah jatuh dalam sindikat scamming daring tentunya memberi dampak psiko-traumatik yang perlu ditangani serius.
Lebih lanjut Mercy menegaskan “ini bukan sekadar kasus individu, melainkan cerminan gagal sistemik. Kami menuntut tindakan cepat dan tegas dari pemerintah untuk melakukan pencegahan dan penanganan komprehensif. Jangan seperti pemadam kebakaran dalam penanganan kasus TPPO, sudah kejadian baru turun tangan. Kasus Rizki bukan sekadar masalah tunggal. Ini adalah alarm merah bagi negara bahwa sistem perlindungan pekerja migran kita masih rapuh. Janji kontrak sepak bola dijadikan kedok eksploitasi sindikat TPPO, dan itu tidak bisa dibiarkan.”
Dalam menyikapi Kasus TPPO Rizki, Mercy mendesak pemerintah pertama, memastikan pemulangan Rizki secepat mungkin dan menjamin keselamatan fisik maupun psikologisnya, serta memberikan pendampingan hukum dan trauma-care.
Termasuk peluang melanjutkan studi atau penguatan kapasitas lainnya sebagai penanganan pasca pemulangan. Kedua, mengejar dan menindak sindikat pelaku perdagangan orang, baik perekrut lokal maupun jaringan internasional, termasuk memproses secara pidana semua pihak yang bertanggung jawab.
Ketiga, memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap agen perekrut tenaga kerja migran, terutama agen ilegal, agar tidak ada lagi celah eksploitasi. Keempat, mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Migran (PPMI), dengan penekanan pada sanksi pidana terhadap penyalur ilegal dan memperkuat mekanisme perlindungan pra-penempatan, penempatan, hingga pemulangan. Kelima, termasuk mempermudah akses pelaporan kasus TPPO, dengan jalur hotline dan dukungan kelembagaan di dalam negeri maupun perwakilan luar negeri secara efektif dan akuntabel.
Keenam, sementara khusus untuk bidang pemuda dan olahraga, Mercy mendesak pemerintah untuk mewajibkan kerja sama bilateral (G-to-G) di sektor olah-raga agar perekrutan atlet muda ke luar negeri (seperti sepak bola) diawasi ketat dan tidak disalahgunakan sebagai modus eksploitasi migran.
Dalam kapaitasnya sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang TKP2MI, Mercy mengingatkan bahwa timbulnya kasus seperti Rizki adalah peringatan keras ke negara bahwa tanpa kerangka hukum dan mekanisme perlindungan yang kuat, serta goodwil dari semua pihak terkait maka anak-anak muda rentan menjadi korban janji palsu dan eksploitasi sindikat TPPO.
"Sebagai partai yang sangat peduli pada nasib pekerja migran dan generasi muda, kami menuntut pemerintah, lembaga penegak hukum, dan lembaga terkait lainnya untuk bekerja secara terpadu dan taktis dalam mencegah tragedi serupa," pungkas Mercy.

















































































