Ikuti Kami

Nyoman Parta Pernah Usulkan Kawasan Jati uwih Sebagai Subak Incorporate

Subak Incorporate memiliki tujuan agar semua pihak termasuk para petani menikmati hasil pengembangan wisata berbasis Subak.

Nyoman Parta Pernah Usulkan Kawasan Jati uwih Sebagai Subak Incorporate
Anggota Komisi X DPR RI, Nyoman Parta.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI, Nyoman Parta pernah mengusulkan kawasan Jatiluwih sebagai Subak Incorporate.

Subak Incorporate yang diusulkan Parta memiliki tujuan agar semua pihak termasuk para petani menikmati hasil pengembangan wisata berbasis Subak.

“Tiang dulu sudah menyampaikan agar dibuat semacam Subak Incorporate, terstruktur. Jadi dari Subak jangan berhenti di tata kelola tanah dan tata kelola air, tetapi angkat menjadi bangunan bisnis jika di sebuah kawasan Subak itu dijadikan tempat destinasi seperti Jatiluwih,” ujar Parta saat menjawab pertanyaan soal kisruh Jatiluwih dalam pertemuan dengan para sopir angkutan pariwisata di Jalan Waribang, Kecamatan Denpasar Timur, Senin (8/12).

Baca: Mengenal Sosok Ganjar Pranowo. Keluarga, Tempat Bersandar

Parta menyebutkan usulan itu sudah 13 tahun lalu dilontarkan. “Misalnya, di Jatiluwih itu kawasannya adalah 100 hektare, yang 20 hektare saja yang boleh dibangun, yang 80 hektare ditetapkan sebagai penunjang, sebagai view, sebagai atraksi. Tetapi, seluruh pemilik yang di 100 hektare itu mendapatkan hasil yang sama, sesuai dengan kontribusinya, apa kontribusinya, luasan sawahnya. Walaupun tanahnya tidak berisi restoran, tidak berisi kedai kopi, tidak berisi resort, dia mendapatkan hasil pengelolaan,” beber Parta dalam pertemuan yang juga viral di media sosial tersebut.

Menurut Parta, hasil hotel, resort, restoran, kedai kopi, dikumpulkan, hasil sawah dikumpulkan, dijadikan satu, dibagi hasilnya sesuai dengan kepemilikan lahan. 

“Siapa yang mau di sebuah kawasan ada yang kaya raya, sementara petani yang menjadi penunjangnya tidak mendapatkan apa-apa? Bibit beli sendiri, pupuk beli sendiri, sementara yang lainnya menikmati hasilnya,” tegas politisi asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati Gianyar ini.

“Nyatanya begitu. Jadi kalau misalnya dijadikan Subak Incorporate, semuanya akan terakomodasi. Tidak akan ada lagi yang membangun sembarangan. Jadi harusnya pemimpin datang membawa solusi, bukan membawa kekuasaan. Datang ke tengah-tengah rakyat, bukan membawa aturan, membawa kewenangan, kekuasaan. Ya kan begitu jadinya. Kan dilawan, kan?” ujar mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali yang salah satunya membidangi adat dan budaya (Subak) ini.

Parta mengatakan inovasi terhadap sistem subak sangat diperlukan untuk merespons perubahan. Prinsipnya, sawah lestari, petani memperoleh keadilan, pariwisata bertumbuh. 

Baca: Ganjar dan Risma Salurkan Bantuan ke Korban Bencana Alam 

“Titik keseimbangan mesti dicari, soal nama bisa Pecingkraman Krama Subak atau nama lain yang dinilai tepat. Hal ini bisa memimalisir alih fungsi lahan, orang tidak tergoda menjual tanahnya, karena sudah dapat bagian yang adil dan ini mengurangi konflik,” tegas Caleg DPR RI peraih suara terbanyak di Dapil Bali pada Pemilu 2024 dalam pernyataan yang diunggah di media sosialnya, Kamis (11/12).

Parta menjelaskan, tanah pertanian Bali bukan hanya hamparan. Tanah pertanian Bali memproduksi kebudayaan Bali. Dari pertanian, manusia Bali Hindu menyebut nama Tuhannya seperti Dewi Uma, Dewi Sri, Ida Batara Dewi Danu dan lainnya. 

“Manusia Bali mempersembahkan ritual, manusia Bali berkesenian, sehingga tercipta Tari Manuk Rawa, Tari Capung, Tari Katak, karena semua dari peradaban pertanian. Termasuk bagaimana manusia Bali memuja alam semesta ini dengan bentuk kidung,” ujar Parta dikonfirmasi NusaBali, Kamis, terkait dengan penertiban bangunan warga di Jatiluwih yang akhirnya menuai perlawanan dari petani.

Quote