Ikuti Kami

Rapidin Simbolon Ingatkan LMKN Jangan Jadi Ladang Korupsi dan Kuburan Seniman

Rapidin menekankan pentingnya pendataan karya dan pencipta secara menyeluruh.

Rapidin Simbolon Ingatkan LMKN Jangan Jadi Ladang Korupsi dan Kuburan Seniman
Anggota Komisi XIII DPR RI, Rapidin Simbolon.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XIII DPR RI, Rapidin Simbolon menyoroti kisruh pengelolaan royalti lagu dan musik yang hingga kini belum menemukan titik terang.

Dihubungi Tribun Medan, Kamis (14/8/2025), Rapidin menilai bahwa sistem penarikan dan pembagian royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) masih menyisakan banyak persoalan mendasar, mulai dari ketidakjelasan mekanisme distribusi hingga potensi penekanan terhadap pelaku usaha mikro kecil.

“Sebagai mitra Kementerian Hukum dan HAM, saya belum melihat ada blue print yang jelas mengenai manajemen penarikan dan pembagian royalti. Ini mengkhawatirkan,” kata Rapidin, Kamis (14/8/2025).

Kritik ini bermula dari refleksi pribadi Rapidin yang pagi hari membaca biografi Charles Goodyear, penemu vulkanisasi karet yang ironisnya meninggal dalam lilitan utang pada 1860, meski penemuannya dipakai di seluruh dunia.

Baca: Ganjar Tegaskan Negara Tak Boleh Kalah 

“Goodyear meninggal dengan utang USD 200.000 atau setara Rp3,2 miliar lebih, hanya karena hak patennya tidak dibayar,” ujar Rapidin.

Menurutnya, kondisi ini paralel dengan nasib para pencipta lagu dan artis Indonesia, yang kerap kesulitan di masa tua karena tak memperoleh royalti secara layak.

Padahal, kata dia, negara telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, yang menjadi dasar pendirian LMKN.

“Namun masalahnya belum selesai. Pemerintah belum memiliki database lengkap soal lagu dan penciptanya. Tanpa itu, transparansi hanya jadi jargon kosong,” ujarnya.

Rapidin menekankan pentingnya pendataan karya dan pencipta secara menyeluruh, termasuk mereka yang telah wafat, agar pembagian royalti bisa tepat sasaran.

Ia juga mengkritik mekanisme pemungutan royalti yang dinilai terlalu menyamaratakan semua tempat usaha.

“Jangan semua tempat hiburan dipukul rata, termasuk warung kopi kecil dan warung-warung di kampung. Ini nyekik wong cilik. UMKM harus dibebaskan dari kewajiban bayar royalti,” tegasnya.

Baca: Ganjar Tegaskan Haul Bung Karno Padukan Semangat Spiritual

Ia mengingatkan, jika pemilik warung kecil dipaksa membayar royalti hanya karena memutar musik, maka mereka berada dalam dilema antara menarik pelanggan atau menanggung biaya tambahan yang tak seimbang.

“Bayangkan, tanpa musik kedai kopi jadi sepi. Tapi kalau pasang musik, harus bayar royalti. Mereka mau makan dari mana?” katanya.

Rapidin mengaku akan membawa persoalan ini ke forum resmi DPR.

Ia menegaskan akan meminta penjelasan dari Kementerian Hukum dan HAM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mendatang, guna memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.

“Saya akan kritisi ini karena sebagai anggota DPR saya punya hak bertanya. Jangan sampai LMKN justru jadi ladang korupsi baru di negeri ini,” tutup Rapidin.

Quote