Ikuti Kami

Rieke Diah Apresiasi PT Timah Berani Ajukan Gugatan ke MK Tentang Kerusakan Lingkungan Akibat Korupsi

Pentingnya kejelasan tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam. 

Rieke Diah Apresiasi PT Timah Berani Ajukan Gugatan ke MK Tentang Kerusakan Lingkungan Akibat Korupsi
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan pentingnya kejelasan tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam. 

Ia mengapresiasi langkah PT Timah yang berani mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 18 ayat 1 huruf B.

“Siapa yang bertanggung jawab terhadap pendanaan dari kerusakan lingkungannya? Saya mau apresiasi dan mohon juga nanti secara tertulis, ini terkait juga kebijakan bugatan terhadap Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh PT Timah terhadap Undang-Undang 1399 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 18 ayat 1 huruf B,” kata Rieke dalam rapat di DPR, Selasa (30/9/2025).

Legislator asal Jawa Barat itu menilai langkah tersebut penting, sebab norma yang berlaku saat ini hanya memperhitungkan hasil tindak pidana, bukan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

“Ini menjadi penting, kami, paling tidak saya secara pribadi. Saya mengapresiasi langkah PT Timah untuk berani melakukan bugatan terhadap Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 18 ayat 1 huruf B. Dimana norma, ini penting Pak, nanti ini bisa untuk tambang lainnya, bukan hanya Timah menurut saya. Ini perkembangannya sampai mana?” ujarnya.

Rieke menjelaskan bahwa pasal yang digugat tersebut hanya mendefinisikan pidana tambahan berupa uang pengganti sebatas harta benda hasil korupsi, tanpa menghitung kerusakan alam dan ekosistem.

“Normanya adalah pidana tambahan, uang pengganti dalam jumlah sebanyak-banyaknya ini didefinisikan hanya sebagai harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi tanpa memperhitungkan kerusakan alam dan seterusnya ekosistem. Begitu pertanyaannya, ketika kemudian yang dikembalikan ke negara misalnya adalah harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, siapa yang bertanggung jawab terhadap pendanaan dari kerusakan lingkungannya?” tegas Rieke.

Ia pun mempertanyakan apakah beban biaya pemulihan lingkungan akan ditanggung oleh perusahaan legal yang tidak melakukan aktivitas korupsi, sementara definisi hukum saat ini masih sempit.

“Apakah akan dibebankan kepada PT Timah atau perusahaan lainnya yang sebetulnya tidak melakukan aktivitas ilegal? Dengan makna baru yang ditambahkan adalah bugatan ke Mahkamah Konstitusinya, pidana tambahan pembayaran uang pengganti ini harus berubah definisinya menjadi kerugian negara yang ditimbulkan akibat aktivitas korupsi tersebut,” jelasnya.

Rieke menekankan bahwa kerugian negara akibat korupsi harus didefinisikan lebih luas, mencakup kerugian keuangan maupun kerugian perekonomian negara akibat rusaknya lingkungan.

“Semuanya jadi akibat aktivitas korupsi, sehingga kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan atau kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi bukan hanya harta yang diperoleh akibat dari tindakan korupsi. Nah kami mohon ini nanti kalau belum dipersiapkan kami mohon perkembangannya secara tertulis karena ini penting,” tuturnya.

Sebagai penutup, Rieke kembali menegaskan apresiasinya terhadap keberanian PT Timah dalam memperjuangkan kepastian hukum dan keadilan ekologis.

“Sekali lagi terima kasih untuk keberanian PT Timah menggugat pasal yang cukup penting untuk sumber daya alam Indonesia ini. Terima kasih pimpinan,” pungkasnya.

Quote