Ikuti Kami

Rieke Harap Presiden Prabowo Berani Terbitkan Aturan Hukum Terkait Basis Data Desa

Rieke: Saya mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi data dasar negara yang akurat, aktual dan relevan.

Rieke Harap Presiden Prabowo Berani Terbitkan Aturan Hukum Terkait Basis Data Desa
Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, berharap Presiden Prabowo Subianto menerbitkan aturan hukum terkait Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Desa/Kelurahan Presisi.

"Saya mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi data dasar negara yang akurat, aktual dan relevan. Semoga di usia Republik yang ke 80 tahun ini, Presiden Prabowo berani terbitkan aturan hukum terkait Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Desa/Kelurahan Presisi," kata Rieke, Rabu (6/8).

Selain itu, politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, dengan menerbitkan aturan hukum tersebut, Indonesia memiliki big data yakni "Satu Data Indonesia"

"Indonesia sudah saatnya memiliki Big Data "Satu Data Indonesia". Harapan saya Presiden Prabowo berani dan berkomitmen menjadi "Bapak Satu Data Indonesia Berbasis Data Desa/Kelurahan Presisi," kata Rieke

Menurutnya, "Satu Data Indonesia" karena adanya dugaan dana bantuan sosial disalurkan ke rekening fiktif yang merugikan negara sebesar Rp126 triliun setiap tahun.

Diungkapkan oleh Rieke, tahun 2021 terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 52,5 juta data penerima bansos fiktif. KPK menyatakan kerugian negara Rp126 triliun per tahun.

"Jika data penerima bansos fiktif, maka indikasi kuat dana bansos disalurkan ke rekening fiktif. Saat itu dinyatakan data fiktif dihapus. Pertanyaannya, kemana dana bansos yang dialokasikan berbasis data fiktif tersebut?" kata Rieke.

Ia menambahkan, hal itu berulangkali disuarakan, namun tak pernah digubris. 

"Baru di era Presiden Prabowo ada instruksi tegas pada PPATK untuk mengungkap kasus manipulasi data negara," kata anggota Komisi VI DPR RI itu.

Lalu, 5 Juli 2025 PPATK umumkan 10 juta data fiktif penerima bansos. 7 Juli 2025 umumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narotika, dan terorisme.

"Hipotesis sementara, jika data penerima bansos fiktif, maka rekening penerima fiktif. Menurut PPATK sekitar 2000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran negara digunakan untuk mengendapkan Rp2,1 triliun dana bansos," sebut politisi PDI Perjuangan itu

Ia mengambil dua contoh program Bansos dari sekian banyak program bansos. Misalnya, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Rp2,4 juta/tahun/orang dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp3,6 juta/tahun/orang. Artinya, Rp6 juta/tahun/orang. 

"Analisis sementara ini tidak gunakan data fiktif 2021, yaitu 52,5 juta. Kita gunakan yang dilansir PPATK 2025, yaitu 10 juta data fiktif. Kalikan Rp6 juta, maka indikasi kuat Rp60 triliun dialirkan ke rekening fiktif. Itu pun analisisnya dibatasi di dua program bansos dan di tahun 2025 saja. Padahal ada juga subsidi energi (listrik, BBM dan Gas), Penerima Bantuan  Iuran BPJS Kesehatan, rumah tidak layak huni dan pupuk gunakan basis data yang kurang lebih sama dalam penyalurannya," sebut Rieke.

"Solusinya bukan bansos dan subsidi dialihkan ke program lain. Kalau dialihkan masih dengan acuan "data fiktif" yang untung tetap sindikat data, rakyat tetap buntung," ungkapnya.

Quote