Ikuti Kami

RUU Komoditas Strategis, DPR Fokus Bahas Perlindungan Petani Tembakau

Ia sendiri ditugaskan sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) yang fokus mengawal pembahasan tembakau

RUU Komoditas Strategis, DPR Fokus Bahas Perlindungan Petani Tembakau

Temanggung, Gesuri.id – Tembakau dipastikan masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Langkah ini menjadi harapan baru bagi jutaan petani dan pelaku industri tembakau di Indonesia yang selama ini menghadapi tantangan berat akibat penurunan daya serap pasar.

Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sofwan Dedy Ardyanto, mengungkapkan bahwa RUU Komoditas Strategis memuat delapan komoditas perkebunan, salah satunya tembakau. Ia sendiri ditugaskan sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) yang fokus mengawal pembahasan tembakau, mengingat daerah pemilihannya mencakup Temanggung—wilayah yang dikenal sebagai lumbung tembakau.

“Petani tembakau dari tahun ke tahun semakin resah karena daya serap tembakau makin turun. Padahal, tembakau punya sejarah panjang di Indonesia,” kata Sofwan saat menghadiri workshop pemberdayaan kelompok masyarakat bidang pencarian dan pertolongan di Magelang, Sabtu (6/9).

Menurut Sofyan, pembahasan RUU ini telah melibatkan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) serta sejumlah kepala daerah penghasil tembakau. Ia menegaskan, tembakau masih memiliki pasar kuat. Data internasional menunjukkan, tingkat konsumsi rokok di Indonesia masih tergolong tinggi, dan industri hasil tembakau menyerap tenaga kerja hingga 5–6 juta orang, mulai dari petani, pekerja pabrik, distributor, hingga pedagang kecil.

Namun, ia menyoroti dampak ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dinilai menekan keberlangsungan industri tembakau nasional. “Kontribusi industri hasil tembakau terhadap pajak dan cukai sangat besar. Tapi regulasi yang lahir seolah membunuh industri ini pelan-pelan,” tegasnya.

Melalui RUU Komoditas Strategis, Sofwan berharap ada jaminan keberlangsungan hidup bagi petani dan industri tembakau.

“Jangan sampai habis manis sepah dibuang. Industri tembakau ini masih manis, tapi narasi yang dibangun justru menggiring opini seolah tembakau sudah tidak relevan,” ujarnya.

Quote