Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR-RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) menjadi salah satu pembicara dalam Focused Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Badan Penelitian Pusat (Balitpus) DPP PDI Perjuangan bertema "Bagaimana Pencapaian UU Desa Menuju Desa Kuat dan Maju?", baru-baru ini.
FGD ini merupakan bagian dari kegiatan pra Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan, sekaligus menjadi masukan bagi tema pembahasan Rakernas yang akan digelar pada awal Desember.
Mengawali paparannya, Ansy menyampaikan bahwa Desa adalah bentuk pemerintahan atau rumah tangga terkecil dalam suatu negara.
Baca: Dibantu Ansy, Kelompok Tani TTU Terima Bang Pesona
Karena itu, menurut Ansy, Indonesia yang Maju, Kuat, dan Mandiri harus dimulai dari Desa yang Maju, Kuat, dan Mandiri.
"Namun, hingga kini masih terjadi kompleksitas masalah di desa, seperti masalah kesehatan (stunting dan kematian ibu tinggi), masalah sosial (radikalisme dan intoleransi), keterbatasan akses infrastruktur fisik dan digital, dan lain-lain," ungkap Ansy.
Tidak heran, sambung Ansy, hingga kini, mayoritas masyarakat miskin berada di desa.
Akar kemiskinan di desa pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya rendahnya kuallitas Sumber Daya Manusia (SDM) karena tingkat pendidikan yang rendah, laju pertumbuhan penduduk desa yang tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, terbatasnya dukungan pembangunan dari pemerintah pusat, hingga sulitnya akses masyarakat desa terhadap sentra-sentra perdagangan, layanan kesehatan, pendidikan, dan teknologi komunikasi.
"UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) merupakan salah satu solusi dari pemerintah untuk mewujudkan desa maju, kuat, dan mandiri. Kehadiran UU Desa seharusnya menjadi momentum transformatif untuk mengurai dan menyelesaikan persoalan di desa," ujar Ansy.
Harus diakui, lanjut Ansy, UU Desa memberikan kesempatan partisipatif dan demokratis kepada masyarakat desa untuk terlibat dalam perencanaan (Musrenbangdes) guna menentukan Rencana Kerja Pemerintah Desa dan APBdes) dengan memberikan anggaran melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
Dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo, menurut Ansy, keberpihakan kepada pembangunan desa tampak nyata melalui dukungan anggaran, yang dibuktikan dari semakin meningkatnya total dana desa yang disalurkan dari APBN ke desa penerima, yakni pada tahun 2015 (Rp. 20,6 triliun, 74.093 Desa, dan pada tahun 2021 (Rp. 72 triliun, 74.961 Desa). Total ADD 2015-2021 sebesar Rp. 329,65 triliun.
"Namun, dana desa sebagai salah satu instrumen untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan dinilai belum efektif dalam mengurangi penurunan tingkat kemiskinan," ujar Ansy.
Baca: Ansy Bagikan Ribuan Bibit Tanaman ke Warga Kupang
"Penyebabnya, dana desa masih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur, bukan program pemberdayaan ekonomi produktif yang fokus pada pengentasan kemiskinan," tambah Aktivis 1998 itu.
Selain itu, sambung Ansy, banyak kasus di mana Dokumen RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) yang selanjutnya dijabarkan ke dalam Dokumen RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa) desa tidak sejalan dengan RPJMD Kabupaten dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten. Hal itu membuat gelontoran dana desa tidak memiliki dampak bagi pembangunan kabupaten.
"Maka, harus ada sinkronisasi dan harmonisasi antara pemanfaatan APBDes dan APBD Daerah," ujar Anggota DPR-RI dari Dapil NTT II itu.