Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, menegaskan bahwa kepastian kebijakan pemerintah terkait keringanan pajak dan pungutan usaha merupakan kunci pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ia pun mendesak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk membuat riset independen yang mengkaji korelasi antara pungutan di daerah dengan pendapatan per kapita masyarakat.
Baca: Ganjar Nilai Ada Upaya Presiden Prabowo Rangkul PDI Perjuangan
“Saya minta (BRIN) buat riset, berapa besar pungutan di daerah untuk orang usaha di Medan, Surabaya, atau kota lainnya. Bandingkan apakah ada korelasinya dengan income per kapita, apakah UMKM tumbuh di daerah yang pungutannya kecil atau yang besar,” kata Sofyan Tan saat memberikan sambutan dalam Bimtek Pengembangan Ekosistem Inovasi UKM di Hotel Le Polonia, Medan, Selasa (19/8).
Ia menekankan bahwa riset tersebut harus berdasarkan data akuntabel dan sesuai fakta di lapangan, bukan hanya berpegang pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Sofyan Tan mengungkapkan, secara normatif pemerintah selalu mengatakan pelaku usaha bebas dari pungutan liar (pungli), tetapi kenyataannya di lapangan sulit. Banyak pelaku usaha yang mengurus izin sulit, bahkan baru membangun ruko sudah dikenakan pungli, kutipan parkir liar, hingga setoran ke pemuda setempat.
Sofyan Tan mencontohkan, produk dan UMKM di Tiongkok maju pesat karena ada jaminan keringanan pajak dan bebas pungutan. Setiap warganya yang berpenghasilan Rp10,5 juta tidak dikenakan pajak sama sekali, dan untuk penghasilan di atas itu hanya dikenakan 2%. Bahkan, pengusaha yang baru merintis diberi kelonggaran bebas pajak selama dua tahun untuk melihat perkembangan usahanya.
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
“Kalau di kita tidak, baru punya niat mau usaha saja sudah kena kompas. Izin usaha, pemuda setempat, dan sebagainya. Mau di kota atau di desa sama saja,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyinggung protes masyarakat yang semakin masif terhadap kebijakan kenaikan pajak. Ia mencontohkan lelucon satire yang bermunculan di media sosial sebagai bentuk protes, seperti:
“Tiga bulan rekening tidak aktif diblokir, tiga tahun aset lahan menganggur disita negara, sebentar lagi istri pun bisa diambil negara jika dianggurin,” ujar Sofyan