Jakarta, Gesuri.id - Mantan Menkumham, Yasonna H. Laoly mengatakan, Pancasila merupakan dasar konstitusi, ideologi, sekaligus sejarah bangsa.
Karena itu, sejarah yang terjadi diperjuangkan bukan hanya dengan kritik dan gagasan, tapi juga dengan pengorbanan dan tetesan darah.
“Sekolah-sekolah pendidikan teologi berkewajiban merumuskan kurikulumnya agar membentuk kesadaran kebangsaan yang kokoh,” kata Yasonna.
Baca: Ganjar Miliki Kenangan Tersendiri Akan Sosok Kwik Kian Gie
Dikatakan Yasonna, gereja harus menjadi bagian yang menyuarakan Indonesia dan meredam potensi perpecahan.
Selain itu, gereja harus mampu memperkuat identitas kebangsaan di tengah tantangan global.
Sedangkan Wakil Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Lenta Enni Simbolon mengatakan, isu intoleransi menjadi tantangan serius bagi kehidupan berbangsa.
Menurutnya, gereja harus hadir dengan kesadaran berada di tengah kemajemukan. Kerukunan harus dijadikan prioritas tertinggi.
“Bersahabatlah dengan lingkungan sekitar, termasuk dengan masjid-masjid terdekat,” kata Lenta.
Menurutnya, dengan menjaga kerukunan maka akan menjaga keberagaman. Hal itu ia ungkapkan saat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang digelar di Sekolah Tinggi Teologi (STT) IKAT, Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.
Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029
Pendidikan teologi memiliki tanggung jawab strategis dalam membentuk karakter bangsa. Empat Pilar Kebangsaan harus dipahami sebagai kerangka teologis dan pedagogis yang membentuk iman sekaligus kesadaran kebangsaan.
Pandangan itu diungkapkan oleh Direktur Pascasarjana STT IKAT Dr. Abdon A. Amtiran. Menurutnya, pendidikan teologi tidak cukup melahirkan lulusan cerdas secara akademik. Tapi juga menumbuhkan tanggung jawab kebangsaan.
“Internalisasi empat pilar menjadi bagian dari formasi iman yang bermuara pada karakter warga negara yang utuh,” kata Abdon.