Ikuti Kami

Eko Tegaskan Pemilu Jadi Momentum Rakyat Memilih Siapa Yang Mengurus Negara

Eko Suwanto sepakat dengan tagline KPU yakni Pemilu Sarana Integrasi Bangsa.

Eko Tegaskan Pemilu Jadi Momentum Rakyat Memilih Siapa Yang Mengurus Negara
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto.

Yogyakarta, Gesuri.id - Indonesia dalam praktek demokrasi ada tiga model penetapan pemimpin daerah yaitu DIY dengan  UU Keistimewaan menetapkan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Pakualam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, Wali kota di DKI Jakarta adalah PNS, lalu Camat di seluruh Indonesia tidak melewati proses Pemilu.

"Memahami pemilu penting disederhanakan, yaitu yang pertama, pemilu moment bagi rakyat memilih siapa yang mengurus negara. Ada DPR, MPR dan lembaga negara, ada DPD, di daerah ada DPRD, maka proses memilih tentu sesuai harapan konstitusi dan harapan rakyat," kata Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto.

Eko dalam obrolan bertema Partisipasi dan Harapan Pemilih Muda di Pemilu 2024 bersama KPU DI  Yogyakarta dan Pusat Studi Pertahanan UGM menyatakan dirinya sepakat dengan tagline KPU yakni Pemilu Sarana Integrasi Bangsa.

Baca: Banteng Kota Yogyakarta Siap Wujudkan Kedaulatan Pangan

"Peristiwa pemilu adalah hal biasa saja,maka saya setuju tagline Pemilu Sarana Integrasi Bangsa. Ini penting,mengapa karena Indonesia terdiri dari banyak perbedaan, yang partai 18 tingkat nasional, 6 di Aceh," kata Eko.

Para caleg calon DPD banyak,dan DPR juga DPRD calegnya lebih banyak lagi. Nah, ketiga pemilihan umum adalah ekspresi bagi harapan rakyat, menentukan masa depan. Misal di Yogyakarta sendiri, Gubernur penetapan tapi DPRD pemilihan. Seluruh partai politik yang maju ke Pemilu 2024 diharapkan menjalankan seluruh tahapan pelaksanaan pemilihan tetap memiliki komitmen ideologis.Bagaimana bawa transformasi nilai kepada yang muda, gen z dan milenial, yang memiliki cara pandang sendiri terhadap Pemilu.

"Ini harapan kita, tetap kokoh pada kontrak ideologis siapa pun peserta pemilu harus punya komitmen Pancasila, UUD 1945,  yang terpilih harus berpedoman bhinneka tunggal ika dan tentu saja keistimewaan DIY," kata Eko.

Eko menyampaikan rasa terima kasih,  KPU sudah melibatkan gen Z dalam  penyelenggaraan Pemilu,  boleh kalau sudah usia 17 tahun menjadi bagian penyelenggaraan Pemilu, di TPS. 

"Apa maknanya? Partisipasinya kaum muda terbuka luas dalam proses pemilihan umum. Justru tantangan bagaimana ambil peran seperti apa. Harapan kita selain jadi KPPS, peran serta kaum muda bisa jadi pengawas TPS, boleh memilih setelah usianya 17 tahun, ini saya kira awal baik. Tantangan nya anak muda harus mampu memilih calon pengurus negara yang bener, " kata Eko Suwanto.

Moh Zaenuri Ikhsan, Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU DI Yogyakarta menjelaskan KPU kini terus bekerja lakukan pemutakhiran data pemilih. 

Ada data oemilih tetap.Gen Z jumlah nya 32 ribu, di Yogyakarta atau 15,07 persen jumlahnya. Generasi milenial ada 732 ribu pemilih muda atau 26,9 persen. Kalau total ada 40 persen lebih generasi muda yang akan ikut memilih, jelas mereka ini potensial dalam tahapan pemilu.

"Parpol jelas butuh berikan pendidikan politik, menyasar kelompok muda sehingga nanti bisa jadi pemimpin ke depan. Sosialisasi kita alhamdulillah tidak jalan sendiri karena banyak pihak yang bantu, pemda DPRD, Kesbangpol, Biro Tata Pemerintahan, Kominfo bantu sosialisasi," kata Moh Zaenuri Ikhsan.

Baca: Banteng Yogyakarta Yakin Ganjar Pranowo Menang Sekali Putaran

Sosialisasi ke depan, diharapkan bisa menjangkau pendidikan politik kepada banyak pihak termasuk pemilih pemula. Harapan selain menyasar pemilih di DPT, ada banyak kampus yang memiliki mahasiswa perlu juga diberikan sosialisasi pendidikan politik.

"Pendidikan politik maupun penggunaan hak pilih bagi mereka, memberikan suara di Pilpres 2024 penting, agar penuhi harapan kaum muda," 

Mahendra Bhirawa, dari Pusat Studi Pertahanan Nasional UGM menyebutkan pemilih muda di Yogyakarta ada 10 persen limpahan mahasiswa dari luar kota, ada yang cakap literasi  digital, ada yang gagap. Tipikal gen Z dan milenial tak bisa di justifikasi yang penting ikut memilih. Tidak bisa begitu, ada yang pas lahir saja sudah akrab HP, tablet,  Kepedulian, harapan dan ekspektasi berbeda terhadap pelaksanaan pemilu.

"Ada yang masih ragu, ada yang mantap mana yang dipilih, ada yang swing voters, ada yang tipe open minded. Ada yang bisa menerima tapi ada juga yang menolak sama sekali.  Secara umum begitu. Ada yang males mencoblos, susah,  gak ngerti mendaftarkan gimana, kartu suara seperti apa, ada jurang komunikasi yang macet akhirnya golput, butuh langkah sosialisasi yang tepat,"  kata Mahendra Bhirawa.

Quote