Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi ll DPR RI, Aria Bima, menegaskan keberadaan Museum Radya Pustaka memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar tempat penyimpanan benda bersejarah.
Menurutnya, museum merupakan cermin bagi bangsa untuk mengenali jati dirinya serta menjaga kesadaran terhadap nilai dan pengetahuan yang diwariskan para leluhur.
“Kawan-kawan sekalian, bagi saya museum ini bukan hanya tempat menyimpan benda. Ia adalah cermin bagi bangsa yang ingin mengenal dirinya. Museum ini mengajarkan bahwa literasi bukan sekedar membaca, tetapi menafsirkan hidup,” kata Aria Bima, dikutip pada Jumat (14/11/2025).
Ia menambahkan, warisan sejati yang perlu dijaga bukanlah benda, melainkan kesadaran dan nilai yang diwariskan secara turun-temurun.
“Bahwa warisan sejatinya bukan benda, melainkan kesadaran dan nilai yang kita jaga bersama. Dan disinilah letak makna terdalamnya. Radia Bustaka adalah ruang sunyi di tengah hiru kota, tempat ingatan bangsa beristirahat sejenak,” ucapnya.
Menurut Aria Bima, Radya Pustaka berdiri bukan hanya sebagai wujud pembangunan fisik, tetapi juga sebagai simbol jiwa yang menjaga pengetahuan serta menjadi nafas kebudayaan agar bangsa Indonesia tidak tercerabut dari akar sejarahnya.
“Radia Bustaka berdiri bukan hanya sebagai pembangunan, tetapi sebagai jiwa yang menjaga pengetahuan. Sebagai nafas kebudayaan yang terus berdenyut, agar kita tidak tercabut dari akar. Agar kita tak kehilangan arah dalam derasnya perubahan,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan asal Jawa Tengah itu juga menggambarkan kehadiran Radya Pustaka sebagai ruang reflektif yang menghubungkan masa kini dengan masa lalu.
“Setiap kali saya berdiri di bawah naungan pohon tua di alaman Radia Bustaka, saya merasa seperti sedang berbincang dengan masa lalu. Mereka seolah berkata, jagalah apa yang kami mulai. Sebab tanpa pengetahuan bangsa ini kehilangan maknanya sendiri,” tuturnya.
Aria Bima menegaskan, kemajuan tanpa kebudayaan hanyalah kehampaan. Karena itu, Radya Pustaka harus tetap menjadi cahaya penuntun bagi generasi masa depan.
“Dan tanpa kebudayaan kemajuan hanyalah cangkang yang kosong. Maka biarlah Radia Bustaka terus menjadi cahaya kecil yang menuntun langkah kita. Cahaya yang mengingatkan bahwa di tengah zaman yang cepat berubah, ada sesuatu yang harus kita rawat. Ingatan, kebijaksanaan, dan rasa hormat kepada ilmu pengetahuan,” ucapnya.
Menutup pernyataannya, Aria Bima mengutip filosofi Ranggawarsita untuk menegaskan pentingnya kesadaran dan kebijaksanaan dalam menjaga warisan bangsa.
“Karena seperti kata Rongo Warsito, lebih beruntunglah mereka yang *iling lan waspada*. Dan mungkin disinilah keberuntungan itu bermula, di kota yang masih menyimpan cahaya di Radia Bustaka, Surakarta,” pungkasnya.

















































































