Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi lI DPR RI, Aria Bima, mengajak masyarakat untuk kembali menelusuri sejarah dan warisan intelektual bangsa melalui kunjungan ke Museum Radya Pustaka di Kota Surakarta.
Dalam refleksinya, ia menilai museum tertua di Indonesia itu bukan sekadar ruang penyimpanan benda kuno, melainkan saksi perjalanan kesadaran bangsa akan pentingnya ilmu dan budaya.
"Kawan-kawan dan sedulur-sedulurku sekalian, berjumpa lagi kita di Kota Solo," ujarnya membuka pernyataan. "Kota yang bagi saya selalu punya cara sendiri untuk menghidupkan ingatan," kata Aria Bima, dikutip pada Sabtu (8/11/2025).
Menurut Aria Bima, setiap langkah di Kota Solo selalu menuntunnya untuk menelusuri kebijaksanaan yang diwariskan leluhur.
“Setiap langkah di sini saya akan menuntun kita menyusuri cicak kebijaksanaan yang diwariskan nelur,” katanya.
Ia menjelaskan, perjalanan kali ini bukan sekadar jalan-jalan biasa, melainkan upaya untuk menyelami napas pengetahuan dan peradaban yang tersimpan di Museum Radya Pustaka.
“Kali ini perjalanan kita bukan sekedar jalan-jalan, kita akan singgah di sebuah ruang yang menyimpan nafas pengetahuan dan peradaban, Museum Radia Pustaka,” ucapnya.
Baginya, museum ini adalah tempat di mana waktu seolah berhenti agar manusia dapat belajar dari masa yang pernah begitu gemilang.
“Sebuah tempat di mana waktu berhenti sejenak, agar kita belajar tentang makna dari masa yang pernah begitu terang,” tutur Aria Bima.
Ia pun menggambarkan perasaan mendalam setiap kali melangkah ke halaman museum tersebut. “Setiap kali saya melangkah ke halamannya ada rasa yang sulit dijelaskan, semacam garuan yang pelan-pelan mengalir dari dalam dada, seolah waktu berhenti dan segala yang melampau menatap kita kembali dengan tatapan lembut namun penuh makna,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aria Bima menegaskan bahwa Radya Pustaka bukan sekadar gedung tua di tengah Kota Surakarta.
“Radia Pustaka bukan sekedar gedung tua yang di tengah kota Surakarta, ia adalah saksi dari kesadaran bangsa yang mulai mengenal dirinya sendiri, bahwa ilmu, naskah dan pustaka adalah pilar peradaban yang tak kalah sakral dari istana dan medan perang,” pungkasnya.

















































































