Ciputat, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, membeberkan kekuasaan Orde Baru dibangun di atas manipulasi sejarah. Dalam diskusi bertema “NU, PKI, dan Kekerasan Orde Baru” di Ciputat, Jumat (7/11), Bonnie menyebut bahwa Soeharto menciptakan narasi sejarah untuk melegitimasi dirinya sebagai penyelamat bangsa.
“Soeharto bukan pemimpin hasil pemilu demokratis, ia muncul karena krisis politik 1965. Maka, sejarah dijadikan alat untuk membangun legitimasi,” ujar Bonnie. Ia mencontohkan, produksi film seperti Penumpasan G30S/PKI dan Serangan Umum 1 Maret (Janur Kuning) adalah bagian dari upaya membentuk imaji Soeharto sebagai tokoh heroik.
Menurutnya, propaganda visual menjadi alat efektif untuk membentuk kesadaran publik. “Kita waktu kecil digiring nonton ke bioskop, lalu disuruh tepuk tangan ketika wajah Soeharto muncul. Bayangkan, anak-anak SD pun dikondisikan untuk menyembah simbol kekuasaan,” katanya.
Bonnie menyebut fenomena itu sebagai bentuk “hegemoni kultural” yang mengakar dalam pikiran masyarakat.
“Ketika ibu saya dulu mendengar ayah mengkritik pemerintah, langsung menegur karena takut. Ketakutan itu ditanamkan di kepala masyarakat. Itulah bentuk represi yang paling halus: hegemoninya sampai ke rumah-rumah. Dinding pun bisa berbicara,” ujarnya.
Ia menegaskan, rezim Soeharto tidak hanya mengontrol politik, tetapi juga pikiran publik. “Rezim ini bukan cuma menindas tubuh, tapi juga menindas memori. Ia menciptakan satu versi sejarah, satu versi kebenaran, dan satu versi kepahlawanan,” tegasnya.
Karena itu, menurut Bonnie, upaya menjadikan Soeharto pahlawan nasional bukan sekadar penghargaan personal, tapi pertarungan memori publik. “Ini bukan soal jasa atau tidak jasa. Ini soal siapa yang berhak menulis sejarah bangsa,” pungkasnya.
















































































