Ikuti Kami

Ganjar Pranowo Berpeluang Dapatkan Trah Gelar Wahyu Mataram

Silsilah tersebut kemudian membawa dugaan Ganjar Pranowo memiliki potensi besar penerus Wahyu Mataram berikutnya.

Ganjar Pranowo Berpeluang Dapatkan Trah Gelar Wahyu Mataram
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Foto: Dok. Ganjar Pranowo).

Depok. Gesuri.id - Bakal calon presiden RI Ganjar Pranowo yang diusung PDI Perjuangan ternyata masih keturunan Sunan Kalijaga, tokoh Islam yang dihormati di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

Sunan Kalijaga juga dikenal seorang tokoh spiritual yang mampu melihat dengan pandangan lahir batin atas suatu persoalan masyarakat.

Baca Terobosan dan Torehan Segudang Prestasi Ganjar Pranowo di Jawa Tengah

Silsilah tersebut kemudian membawa dugaan sebagian pihak, benarkah Ganjar Pranowo memiliki potensi besar penerus Wahyu Mataram berikutnya. Lantas, apa yang membawa Ganjar pada dugaan tersebut?

Dalam suatu cerita, Sunan Kalijaga memiliki dua orang murid bernama Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Mereka dianggap sebagai santri yang mampu menjalankan tirakat dengan kuat untuk menyangga negeri.

Ketika itu, mereka turut memberi andil besar dalam mempengaruhi tradisi dan budaya Jawa pada abad ke-15.

Dalam perjalanan mengembara selama di Pulau Jawa, Sunan Kalijaga meminta ke kedua muridnya tersebut untuk mendapatkan wahyu. Beliau kemudian memberi isyarat akan turunnya wahyu Kraton Mataram di Perbukitan Kidul. 

Untuk mengupas keterkaitan kisah ini, tidak bisa lepas dari perjalanan Ki Ageng Pemanahan saat mengawal Sultan Hadiwijaya di Kraton Pajang.

Saat itu, Ki Ageng Pemanahan masih lingkungan di Kraton Pajang di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Alkisah, setelah kemenangan Ki Ageng Pemanahan menaklukkan Aryo Penangsang di Jipang Panolan, beliau belum mendapatkan hadiah dari sultan sebagaimana dijanjikan dalam sayembara, bahwa barang siapa yang bisa mengalahkan Aryo Penangsang akan mendapat hadiah tanah perdikan yang luas. 

Ki Penjawi sudah diberi hadiah tanah Pati (Jawa Tengah), sementara Ki Ageng Pemanahan yang sebenarnya paling berhak, justru belum mendapat haknya.

Karena hati kecewa, Ki Ageng Pemanahan lantas pergi dari Istana. Ia menuju ke rumah sahabatnya, Ki Ageng Giring III, di daerah Gunungkidul. 

Ki Ageng Giring yang ditemui Ki Ageng Pemanahan sendiri merupakan seorang petani, pertapa, sekaligus penyadab nira kelapa. 

Bersamaan dengan itu, Sunan Kalijaga juga menyatakan bahwa wahyu Gagak Emprit akan turun di tengah pegunungan selatan dalam sebuah buah degan (kelapa) beserta airnya. Siapapun yang akan meminumnya, berpeluang menjadi pemimpin negeri, hingga keturun-keturunannya.

Namun kapan wahyu itu akan turun, Sunan Kalijaga tak pernah menjelaskan, dan pantang bagi murid untuk bertanya kepada Guru.

Oleh sang guru, Ki Ageng Pemanahan kemudian disuruh melakukan tirakat di daerah yang terdapat pohon mati yang berbunga. Pohon mati yang berbunga itu ditemukan oleh Ki Pemanahan yang sekarang disebut Kembang Lampir, wilayah Panggang, Gunungkidul.

Adapun Ki Ageng Giring yang tinggal di daerah Paliyan Gunungkidul disuruh menanam sepet atau sabut kelapa kering, yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan atau buah kelapa muda. Sabut kelapa kering yang secara nalar tidak mungkin tumbuh, namun atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, tumbuh menjadi sebatang pohon kelapa.

Suatu ketika pohon kelapa itu muncul satu biji saja, dan beliau mendapat mimpi yang aneh. Dalam mimpinya tersebut, Ki Ageng Giring harus segera memetik satu-satunya buah kelapa yang masih muda dan meminum airnya 'saendegan' atau sekali teguk, agar kelak dapat menurunkan raja dengan kepribadian yang utuh. 

Untuk meminumnya, Ki Ageng Giring kemudian memilih berjalan-jalan ke ladang terlebih dulu, agar dia merasa haus. Dengan demikian, ia bisa menghabiskan air degan tersebut hanya dengan sekali teguk.

Namun sayang, ketika Ki Ageng Giring sedang di ladang, sahabatnya Ki Ageng Pemanahan datang dari Kembang Lampir dengan maksud untuk silaturahmi. Tuan rumah baik Ki Ageng maupun Nyai Ageng Giring rupanya tidak ada di rumah. 

Dalam keadaan capek dan haus Ki Ageng Pemanahan melihat buah degan di dapur. Tanpa pikir panjang Ki Ageng Pemanahan memaras degan itu dan meminum air kelapa muda itu sampai habis dengan sekali teguk. Ia merasa tak perlu meminta izin, karena ia yakin kedekatan persaudaraan dengan sahabatnya itu.

Tak begitu lama kemudian datanglah Ki Ageng Giring dari ladang. Ia langsung menuju dapur bermaksud meminum degannya. Ternyata didapati kelapa itu sudah dibelah dan isinya sudah habis dimakan. Dan ia juga mendapati sang sahabat, Ki Ageng Pemanahan sedang bersantai di depan rumah dengan kelapa di sisinya.

Wahyu Mataram

Ki Ageng Giring tertunduk lemas. Tetapi hanya bisa pasrah. Dia lalu menceritakan degan tersebut merupakan wahyu yang telah masuk di dalam buah kelapa. Tanpa itu, sulit baginya untuk mendapat kemuliaan bagi anak cucunya kelak di kemudian hari.

Akhirnya, Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan melakukan perjanjian. Di mana jika masuk ke keturunan ketujuh, maka giliran keturunan Giringlah yang berkuasa atau menjadi raja.

Setelah kegagalan itu, Ki Ageng Giring semakin banyak beribadah kepada Allah SWT dan tak lama kemudian kesehatannya mulai rapuh, lalu dimakamkan di dekat rumahnya.

Kisah selanjutnya adalah kembalinya Ki Ageng Pemanahan ke Kraton Pajang, untuk nagih janji kepada Sultan Hadiwijaya dengan diantar oleh Sunan Kalijaga.

Jadi perjanjian keturunan ke-7 Giring itulah yang dimaksud dinyatakan selesai. Betapapun membuktikan nasab hingga 7 turunan tidaklah mudah. Apalagi intrik dan campur tangan politik Jawa pada kurun waktu itu sangat keras. Kerajaan Mataram berpindah-pindah dari Kotagede ke Pleret, dari Pleret ke Kartasura dan akhirnya Kerajaan Mataram kemudian didirikan oleh Danang Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan yang bergelar Panembahan Senopati. 

Panembahan Senopati kemudian menurunkan Panembahan Sedo Krapyak, Panembahan Sedo Krapyak menurunkan Raden Mas Rangsang yang kita kenal dengan Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Dan menjadi benar bahwa pada urutan keturunan yang ke-7 keturunan Ki Ageng Giring-lah yang menjadi raja, meskipun silsilah itu diambil dari garis perempuan. Paku Buwono I adalah raja yang berdarah Giring.

Ganjar Berikutnya?

Jika dikaitkan dengan Pilpres, banyak orang mengkaitkan Ganjar Pranowo sebagai pewaris Wahyu Mataram berikutnya.

Di satu sisi, Ganjar disebut-sebut masih ada keturunan Sunan Kalijaga. Jika perjanjian Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring selesai, akankah kini mengarah ke keturunan Sunan Kalijaga?

Diketahui buyut dari garis ayah Ganjar Pranowo bernama Danu Wiyono. Danu Wiyono memiliki garis keturunan dari Sunan Kalijaga.

Kemudian Danu Wiyono memiliki anak laki-laki Mangku Wirono yang merupakan kakek dari Ganjar Pranowo.

Menurut Dalang H. Sarewan, sosok Ganjar Pranowo bisa saja memiliki peluang menjadi seorang penerus Wahyu Mataram berikutnya.

"Jika seseorang dikonotasikan dapat menjadi Wahyu Mataram siapa saja bisa termasuk Ganjar," kata dia kepada Poskota.co.id, di kediamannya di Bojongsari, Depok, Senin 10 Juli 2023.

Akan tetapi, kata dia, perlu dipahami dahulu apa makna wahyu di sini. "Wahyu di sini mempunyai arti barang gaib yang diturunkan sama Allah untuk mengemban amanah sebagai pendamping raja selama menjabat nanti suatu saat juga akan pergi sendiri lagi dengan sendirinya jika memang sudah tidak cocok. Sedangkan Mataram sendiri adalah Kraton," ujar dia.

Bagi bapak tiga orang anak yang hobi mendalang dan bertani ini, wahyu juga mengibaratkan adanya ketulusan seorang pemimpin.

"Lantas penilaian wahyu dinilai otomatis orang yang dikategorikan memiliki sifat orang jujur dan amanah. Jika tidak amanah, maka wahyu itu dengan sendirinya akan pergi. Sama juga, jika ada salah satu punya ujian, kalau coba menjatuhkan wahyu, itu dipastikan akan hilang dengan sendirinya," tuturnya.

Perwira pertama (Pama) yang pernah menjabat sebagai Kanit Binmas di Mapolres Metro Depok itu menyebut, sosok Ganjar sudah sama seperti Wahyu Mataram.

"Semasa menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar sosok orang yang sangat peduli kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, dan amanah, serta jujur, sesuai dengan kriteria Wahyu Mataram," tuturnya.

Dalam cerita pewayangan di Jawa, lanjut Sarewan istilah Mataram itu damai tentram ketika dipegang oleh Kanjeng Ratu Kidul saat sempat menikah dengan Sultan Agung.

"Dari kepemimpinan Ganjar saat menjabat Gubernur dilihat gaya kepemimpinan masuk ke semua lini, termasuk orang kalangan tidak mampu, pasti dibantu. Serta sangat peduli kondisi saat ini," pungkasnya.

Ganjar disebut berpeluang mendapatkan trah gelar Wahyu Mataram. "Jadi jika nanti terpilih jadi Presiden RI, sudah cukup memumpuni," tambahnya.

Baca Ganjar Sebut Potensi Diplomat Seniman Indonesia, Promosikan Citra Bangsa di Dunia

Dia tak mempersoalkan jika Ganjar masuk ke dalam trah keturunan Sunan Kalijaga dan bukan bagian dari Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Yang pasti, diharap kelak ketika dia terpilih, bisa melakukan perubahan yang lebih baik, dan hal-hal buruk bisa dihilangkan.

"Berharap sosok pimpinan nantinya kriteria orang yang patuh kepada tatanan aturan, baik yang membawa menyampaikan amanah kepada warga dan jangan menghambur-hamburkan anggaran dalam pembangunan."

"Yang sudah ada diselesaikan dulu baru setelah itu berlanjut ke pengerjaan lainnya," tutur pria yang mulai mendalang wayang kulit dari tahun 1979 itu.

Quote