Jakarta, Gesuri.id - Indonesia bukan sekadar nama sebuah negara di peta dunia. Ia adalah nyawa yang berdenyut di antara ribuan pulau, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote. Di atas tanah ini, berdiri bangsa yang besar—dengan bahasa, adat, dan budaya yang berbeda, namun berpadu dalam satu ikrar: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa—Indonesia.
Namun, kesatuan itu tidak hadir begitu saja. Ia lahir dari peluh dan darah para pendahulu yang menolak dijajah, menolak dipecah belah. Mereka menyadari, tak akan ada kemerdekaan tanpa persatuan. Di tengah penjajahan yang memecah belah, para pejuang menegakkan semangat untuk menyatukan perbedaan menjadi kekuatan. Mereka tahu, hanya dengan berpadu, bangsa ini bisa merdeka.
“Persatuan Indonesia,” demikian bunyi sila ketiga dalam Pancasila—sebuah penegasan bahwa kemerdekaan ini bukan sekadar hasil perjuangan fisik, tetapi juga hasil persaudaraan yang tulus. Di dalamnya hidup cita-cita luhur: semangat kebersamaan, kebaikan, dan kesucian niat untuk membangun bangsa yang adil, makmur, dan berdaulat.
Persatuan itu tidak hanya tentang wilayah, tapi juga tentang hati. Ia tentang bagaimana rakyat di pedalaman Papua merasakan saudara dengan nelayan di pesisir Aceh. Tentang bagaimana perbedaan bahasa dan adat tidak menjadi jurang, melainkan jembatan. Inilah yang menjadikan Indonesia bukan sekadar negara kepulauan, melainkan negara kesatuan—tempat laut bukan memisahkan, tapi menyambung daratan dan kehidupan.
Bangsa ini pernah belajar dari luka sejarah. Penjajahan berabad-abad lamanya terjadi karena kita belum bersatu. Karena itu, kemerdekaan menjadi titik balik—kesadaran bahwa kekuatan sejati bangsa ini bukan pada senjata, melainkan pada persatuan dan kesatuan.
Dalam bidang politik, semangat itu berarti satu tujuan dan satu tekad: mewujudkan cita-cita bersama, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dalam bidang ekonomi, persatuan diwujudkan dengan pemerataan dan keadilan, agar kemakmuran tidak hanya bertumpu di satu daerah, melainkan mengalir hingga ke pelosok negeri. Sedangkan dalam sosial dan budaya, persatuan bermakna bahwa keberagaman bukan alasan untuk terpecah, melainkan sumber kekayaan jiwa bangsa yang luar biasa.
Dari Bali hingga Kalimantan, dari Sulawesi hingga Sumatera, semua anak bangsa memikul tanggung jawab yang sama: menjaga nyala persatuan ini agar tak pernah padam.
Karena sejatinya, persatuan dan kesatuan bukan warisan, tetapi perjuangan yang harus terus dijaga.
Selama semangat itu hidup di dada setiap anak Indonesia, selama bendera Merah Putih masih berkibar di langit Nusantara—maka selama itu pula Indonesia akan tetap tegak, satu, dan merdeka.
*Tulisan ini merupakan rangkaian kegiatan Merah Muda Fest 2025 untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda 2025 yang akan diselenggarakan Selasa 28 Oktober 2025 di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan Jakarta dan Sabtu 1 November 2025 di GOR Among Rogo Yogyakarta.