Ikuti Kami

Ansy Lema Atasi Kemiskinan NTT dengan Pertanian Lahan Kering

Di luar kepala, angka kemiskinan, jumlah lahan kering dan total masyarakat yang menjadi petani di NTT disampaikan.

Ansy Lema Atasi Kemiskinan NTT dengan Pertanian Lahan Kering
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema atau akrab dipanggil Ansy Lema (kanan) saat bersalaman dengan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

“Orang katakan di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini banyak lahan tidur. Saya katakan tidak. Yang tidur itu Negara, kenapa? Karena tidak buat apa-apa terhadap lahan kering!” ucap Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ansy Lema lantang di hadapan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berserta jajarannya dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementan, Senin (18/11).

PDI Perjuangan patut bersyukur memiliki banyak stok kader muda banteng yang berkualitas dan memiliki gagasan besar untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, khususnya konstituen di Dapilnya.

Adalah Yohanis Fransiskus Lema atau akrab dipanggil Ansy Lema yang telah menyampaikan paparan luar biasa dan berhasil membuat seluruh mata dan telinga dengan seksama menyimaknya. Dengan menampilkan slide presentasi di layar, Ansy memaparkan solusi bagi pengentasan kemiskinan di Dapilnya NTT 2.

Di luar kepala, angka kemiskinan, jumlah lahan kering dan total masyarakat yang menjadi petani di NTT ia sampaikan secara komprehensif, runut dan sistematis tanpa membaca teks. 

Paparan Ansy Lema merespon Mentan Syahrul Yasin Limpo yang terlebih dahulu memaparkan program kerja 2020 dengan dukungan anggaran pertanian sebesar Rp. 21,05 triliun. Ansy memanfaatkan kesempatan yang diberikan Ketua Komisi IV DPR RI Sudin yang memimpin Sidang Raker itu dengan mendesak Mentan juga memerhatikan kondisi riil di NTT dengan angka kemiskinan yang tinggi, terlebih mayoritas penduduknya adalah petani.

Gagasan utama Ansy dalam paparannya yaitu pembasmian kemiskinan di NTT melalui pengembangan pertanian lahan kering. Ia mengawali pemaparannya dengan menyebut kemiskinan di Indonesia dalam trend menurun. Namun tidak berbanding lurus dengan NTT. Kemiskinan di NTT, kata Ansy, berada pada level yang stagnan sejak 2015, yaitu pada kisaran 21-22 persen.

“Kemiskinan di Indonesia dalam trend menurun. Posisi terakhir pada Maret 2019 adalah 9,41 persen atau 25,15 juta masyarakat miskin. Angka tersebut tidak berbanding lurus dengan NTT. Kemiskinan di NTT berada pada level yang stagnan sejak 2015, yaitu pada kisaran 21-22 persen. Terakhir, pada Maret 2019 adalah 21,09 persen atau 1,146 juta jiwa. Artinya, kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah belum mampu menekan angka kemiskinan di NTT,’’ tandas Ansy.

Menurut Ansy, yang menjadi akar penyebab kemiskinan di NTT adalah sektor pertanian.

“Bagaimana bisa? Penyumbang terbesar garis kemiskinan di NTT adalah sektor makanan (78,17 persen) dan ini paling banyak terjadi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, sektor pertanian harus menjadi fokus perbaikan agar bisa menekan angka kemiskinan. Kemiskinan NTT identik dengan kemiskinan petani,’’ tegasnya.

Dijelaskan Ansy Lema, sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama penduduk NTT. “Sekitar 1,16 juta (48,7 persen) penduduk bekerja di sektor ini. Adapun, jumlah petani berjumlah 942.455 orang,’’ katanya.

Ansy pun mengusulkan, untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di NTT ini yaitu dengan mengoptimalkan potensi pertanian lahan kering.

“Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan?. Optimalkan potensi pertanian lahan kering. Luas lahan basah (sawah) di NTT adalah 214.387,90 hektar. Sementara, luas lahan kering sebesar 1.331.373 hektar. Perbedaan rasio luas lahan basah dan kering cukup jauh, yakni 1:9.,’’ beber Ansy.

Lanjut Ansy, selama ini, apa yang telah dilakukan pemerintah Jokowi melalui pembangunan bendungan, misalnya, lebih berdampak pada intensifikasi dan ekstensifikasi lahan basah.

“Hal itu, kurang berdampak atau menyasar lahan kering yang potensinya luar biasa besar di NTT,’’ ujarnya.

Salah satu solusi yang bisa membantu petani lahan kering dalam mengelola pertaniannya, kata Ansy Lema adalah modal atau alat eskavator. Hal ini menurut Ansy karena karakteristik sebagian besar tanah di NTT keras dan kaku, sehingga petani merasa kesulitan jika hanya menggunakan modal atau alat pertanian konvensional seperti linggis dan traktor.

“Penggemburan tanah lahan kering yang bisa menyerap air dengan maksimal adalah kunci tanah menjadi subur. “Menanam air” sama artinya dengan menggemburkan tanah. Oleh karena itu, Kementan perlu hadir dengan skema pembiayaan khusus agar dapat mengadakan eskavator untuk membantu petani lahan kering NTT,’’ pinta Ansy Lema.

“Dari paparan argumentasi di atas, saya meminta keberpihakan negara untuk bisa hadir di NTT dengan memberikan kebijakan yang solutif berdasarkan konteks nyata NTT. Selama ini pemerintah belum memberikan solusi yang tepat sasaran sehingga NTT hingga saat ini masih menjadi provinsi termiskin ketiga di Indonesia. Pola pengembangan pertanian lahan kering bisa membantu NTT keluar dari kemiskinan,’’ imbuhnya.

Ansy juga mengkritisi fokus pembangunan tujuh (7) bendungan di NTT yang hingga kini tidak signifikan meningkatkan pertanian dan kesejahterahan masyarakat NTT. Menurutnya, 7 bendungan di NTT hanya dapat mendorong pertanian di 214.000 hektar dari total 1,3 juta hektar lahan di NTT.

Ia juga menyebut pembangunan 7 bendungan yang menghabiskan dana Rp. 5,9 triliun harusnya dilakukan pembangunan yang merata sesuai lokasi lahan pertanian masyarakat.

“Ada 7 bendungan terkait dengan infrastruktur pertanian yang dibangun di NTT total dana dihabiskan 5,9 triliun rupiah, pembangunan bendungan berdampak pada pertanian lahan basah, warga dapat air dan perikanan ada, namun NTT sejatinya lahan kering ada 1,3 juta hektar, yang terdampak bendungan hanya 214.000 hektar,” ujar Ansy Lema.

Ansy meminta Kementan untuk membuat visi dan misi yang fokus memberdayakan petani lahan kering di NTT. Menurutnya mayoritas masyatakat di NTT masih dalam kemiskinan dengan jumlah 1,1 juta penduduk miskin dari petani dan petani lahan kering.

“Sampai saat ini saya belum lihat ada visi besar ada grand design ada roadmap bagaimana pola pemberdayaan pertanian di lahan kering, kemiskinan mayoritas ada 1,1 juta penduduk NTT yang miskin adalah petani dan petani lahan kering,” imbuhnya.

Karena itu, Kementan diharapkan Ansy bisa menghadirkan perubahan secara revolusioner untuk pengembangan pola pertanian lahan kering di NTT. Baik pada level paradigma yang harus dirubah, level regulasi dan kebijakan dan aksi serta implementasinya juga harus dirubah.

“Pak Ketua, demikian yang saya sampaikan. Saya sudah menyiapkan bahan presentasinya dengan dilengkapi data dan mohon Pak Menteri, saya sudah mengunjungi 24 Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan. Termasuk di Rampi, Seko dan segala macam. Saya berharap di bawah kepemimpinan Pak Syahrul, NTT juga mendapatkan banyak perhatian terutama menyangkut pertanian lahan kering, Pak,” demikian Ansy Lema yang kemudian meminta izin Pimpinan Sidang untuk memberikan bahan tertulis gagasannya tentang solusi kemiskinan NTT dengan revitalisasi pertanian lahan kering kepada Menteri Pertanian.

Quote