Ikuti Kami

Gugurnya "Coattail Efect", Jokowi dan PDI-P Dicintai Rakyat

Bukan karena "Efek Ekor Jas (Coattail Efect)", Jokowi dan PDI Perjuangan memang selalu ada di hati rakyat.

Gugurnya
Ilustrasi. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengumumkan penetapan Jokowi sebagai calon presiden 2019-2024.

“Hasil-hasil positif yang sudah dicapai di masa yang lampau jangan dibuang begitu saja. Membuang hasil-hasil positif dari masa yang lampau tidak mungkin. Sebab, kemajuan yang kita miliki sekarang ini adalah akumulasi adalah akumulasi daripada hasil-hasil perjuangan di masa lampau, yaitu hasil-hasil macam-macam perjuangan dari generasi nenek moyang kita sampai kepada generasi yang sekarang ini. Sekali lagi saya ulangi kalimat ini, membuang hasil-hasil positif dari masa yang lampau tidak mungkin. Sebab, kemajuan yang kita miliki sekarang ini adalah akumulasi adalah akumulasi daripada hasil-hasil perjuangan di masa lampau.” (Bung Karno, Pidato Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah), 17 Agustus 1966).

Isi pidato itu mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Apapun yang telah kita capai di masa lampau adalah awal jalan apa yang akan kita capai di masa sekarang dan bekal nanti di masa depan.

Setiap insan yang membaca kembali dan terus mengulang membaca pidato Sang Putra Fajar itu, pidato yang sungguh menusuk hingga sanubari, tentunya akan sadar mengapa hingga saat ini partai yang cikal bakalnya didirikan oleh Bung Karno kemudian menjadi partai yang besar hingga saat ini.

Baca: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah)

Partai yang berbasiskan spirit kerakyatan yang berideologikan Pancasila. Rumah besar kaum nasionalis yang secara konsisten selalu membumikan Pancasila ke masyarakat, memperkokoh kebangsaan dan merajut kebhinnekaan. Tak lain dan tak bukan itulah PDI Perjuangan. 

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik yang terbesar dan memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Sebelum PDI-P lahir pasca peristiwa 27 Juli 1996, partai berlambang banteng moncong putih ini, bernama PDI (Partai Demokrasi Indonesia). 

PDI didirikan pada tanggal 10 Januari 1973. Dalam tubuh PDI, massa terbesar adalah berasal dari PNI, partai yang didirikan oleh Soekarno dengan basis massa di Jawa Timur dan Jawa Tengah. PDI mempunyai komitmen ideologi Pancasila sebagai prinsip dasar perjuangannya. 

Berdasarkan runtutan sejarah lahirnya dan perjuangan PDI Perjuangan di atas maka tak heran jika elektabilitas PDI Perjuangan pasti akan selalu tinggi. Selain faktor kekaguman terhadap sosok Presiden RI Pertama Bung Karno yang seolah tak pernah putus dari generasi ke generasi di pelosok-pelosok Bumi Nusantara ini, juga berbagai survei membuktikan hal itu. 

Ditambah lagi sosok pekerja keras, bersih dan tulus dari seorang Presiden Joko Widodo yang merupakan kader partai yang tak dapat dipungkiri akan semakin mendongkrak kepercayaan dan elektabilitas PDI Perjuangan di Tanah Air tercinta ini.

Untuk itu efek ekor jas atau istilah kerennya "Coattail Efect" antara PDI Perjuangan dan Jokowi sesungguhnya tidak ada. Kalaupun hal itu pada akhirnya terjadi dan dapat dilihat dan dirasakan, namun itu sebagai dampak dari keunggulan yang luar biasa yang dimiliki PDI Perjuangan dan Jokowi yang tidak dapat lagi dipungkiri. Bagaikan magnet yang terus menarik siapapun anak Bangsa di negeri ini, tua maupun milenial untuk semakin kagum dan mencintai keduanya.

Politikus PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, tidak setuju jika dikatakan tingginya elektabilitas partainya karena semata-mata mendapat limpahan elektoral atau efek ekor jas (coattail effect) dari pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.

Menurutnya, baik Jokowi maupun partainya sama-sama mendapat tempat di hati rakyat. “PDI Perjuangan dan Jokowi sama-sama diuntungkan. PDI Perjuangan adalah partai pemenang pemilu. Survei-survei juga membuktikan partai kami masih teratas dan jauh meninggalkan yang lain,” ujar Darmadi. 

Anggota Komisi VI DPR-RI itu menjelaskan tingginya elektabilitas partai nomor urut 3 pada Pemilu 2019 ini tidak terlepas dari nilai-nilai yang dipegang teguh oleh partainya.

Ia berkata PDI Perjuangan selalu bekerja dengan berlandaskan kepentingan rakyat dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai Pancasila. PDI Perjuangan, lanjut dia, sangat konsisten dengan ideologinya. Hal itu senafas dengan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi yang memang adalah kader partai moncong putih tersebut.

Baca: SBY Pernah Nikmati, "Coattail Effect" Tak Perlu Dipersoalkan

Elektabilitas PDI Perjuangan Tinggi

Survei Litbang Kompas 24 September-5 Oktober 2018 menunjukkan elektabilitas PDI Perjuangan tertinggi dengan raihan angka 29,9 persen. 

Tak lagi dipungkiri, hal itu membuktikan PDI Perjuangan mendapat apresiasi dari rakyat.

Wakil Ketua Bidang Internal DPD PDI Perjuangan Jatim, Bambang Juwono, mengatakan kebanggaan tersebtu disebabkan kinerja dan perjuangan yang mendapat apresiasi dari rakyat. "Buktinya di survei kita mendapatkan persentase tertinggi dibandingkan partai yang lain," ujarnya.

Survei tersebut memberikan semangat untuk PDI Perjuangan dan para kadernya untuk semakin solid bekerja di atas garis perjuangan partai.

Kebanggaan PDI Perjuangan adalah kekuatan partai yang memegang teguh Pancasila dan menjalankannya sepenuh hati. 

Bambang menilai elektabilitas partai tersebut akan sangat membantu, bukan hanya kemenangan Partai di Pileg, namun juga pasangan capres-cawapres yang diusung dalam Pilpres 2019.

Tentu ada sinergi kekuatan partai yang secara konstitusional mengusung calon pemimpin, yaitu Presiden Jokowi yang juga mempunyai kekuatan personel dan elektabilitas sendiri, dibantu dengan para kader partai. 

"Kinerja Pak Jokowi ini kan juga diapresiasi rakyat, kepuasan publik dari rata-rata lembaga survei itu 70 persen. Dan itu juga sangat menentukan dalam kontestasi 2019 nanti," ungkap Bambang. 

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 'The Magic Number'

Sementara itu, Lembaga survei LSI Denny JA merilis hasil survei nasionalnya terkait dengan elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang. 

Elektabilitas pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin kini mencapai 'the magic number' yaitu 52,2 persen. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh suara 29,5 persen. Selisih kedua pasangan ini cukup besar yaitu 22,70 persen.

"Ini angka yang hampir menyamai perolehan suara Jokowi pada pilpres 2014 yaitu 53,15 persen," ucap tim riset LSI Denny JA, Adrian Sopa di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta.

Di kalangan pengguna media sosial (medsos) pasangan petahana ini juga unggul sebanyak 48,3 persen. Sedangkan Prabowo-Sandi hanya 39,5 persen. Selisih keduanya sebanyak 8,8 persen.

Berdasarkan data dari tiga jenis medsos seperti Facebook, Twitter dan Instagram, Jokowi-Ma'ruf paling banyak menggaet suara dari pengguna Facebook dengan perolehan suara 41,6 persen.

"Pengguna Facebook angkanya mencapai 28,0 persen. Sisanya 72,0 persen bukan pengguna FB. Di kategori pengguna FB Jokowi-Ma'ruf 41,6 persen, Prabowo-Sandi 39,4 persen," ujarnya.

Keunggulan Jokowi-Ma'ruf juga diperoleh dari pengguna medsos segmen ormas Islam. Di NU Jokowi-Ma'ruf 59,0 persen, Prabowo-Sandi 36,5 persen. Di Muhammadiyah, Jokowi-Ma'ruf 46,6 persen, Prabowo-Sandi 41,1 persen.

"Jokowi-Ma'ruf unggul di semua segmen pengguna medsos yang berafiliasi ke ormas Islam, kecuali di PA 212 dan ormas lainnya di luar NU dan Muhammadiyah," Ia menambahkan.

Baca: Pemilu Serentak, PDI Perjuangan Terkena 'Coattail Effect'

Tak Ingin Ketergantungan ‘Coattail Effect’

Politisi PDI Perjuangan Eva Sundari menekankan partai berlambang banteng moncong putih itu memang bertekad untuk menjadi yang terbaik bukan karena 'coattail effect' dari Jokowi.

PDI Perjuangan memang secara ketat mengontrol (para kadernya) dan belajar dari berbagai peristiwa sebelumnya. "Salah ucap saja dampaknya luar biasa. Kami akan terus berusaha menjaga agar kinerja parpol tetap baik," ujar Eva.

Anggota Komisi XI DPR RI itu menegaskan bahwa PDI Perjuangan dalam konteks Pilpres tak hanya mengejar kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, namun sekaligus untuk memperhatikan bagaiaman kemenangan itu bisa sejalan dengan meningkatnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menegaskan tidak mau ketergantungan adanya efek ekor jas atau coattail effect bagi para partai politik pengusung maupun pendukung calon presiden dan wakil presiden. 

"Terkait coatail effect, memang kita jujur bahwa PDI Perjuangan sangat diungtungkan dari coatail effect Pak Jokowi, tapi kita tidak bisa menjadikan itu sebagai sandaran utama," ujar Eriko. 

PDI Perjuangan mempersiapkan tiga hal penting untuk memenangkan Pemilu 2019. 

Pertama adalah pembekalan bagi para calon legislatif (caleg) dari partai agar memenangkan dan menarik hati masyarakat dengan mensosialisasikan program-program Jokowi.

Kedua, melalui struktural caleg, dimana harus bekerja langsung di basis masyarakat, turun 'door to door' langsung bertemu, menyapa, dan berkomunikasi dengan masyarakat bawah. 

Ketiga, menarik dukungan dari generasi milenial. Misalnya dengan cara melaui serangan udara, sosial media ataupun berbagai pendekatan yang diinginkan oleh genersai tersebut.

Efek Ekor Jas dan Pemilu 2019

Setahun menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019, riuh rendah bursa calon presiden dan calon wakil presiden memang makin ramai diperbincangkan. Sejumlah partai pun saling berebut "efek ekor jas" (coat-tail effect).

Efek ekor jas dapat dimaknai sebagai pengaruh figur dalam meningkatkan suara partai di pemilu. Figur tersebut bisa berasal dari capres ataupun cawapres yang diusung. Di Indonesia, efek ekor jas pernah mengalami kesuksesan besar. Misalnya, terjadi pada 2004 dan 2009 dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca: Bangun Infrastruktur, Jokowi Jelas Berbeda dengan Suharto

Partai Demokrat yang baru berdiri 2001 tiba-tiba memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2004. Bahkan pada 2009 menjadi pemenang pemilu. Rupanya, ketokohan SBY turut mempengaruhi tingkat perolehan Partai Demokrat di dua pemilu tersebut. Publik memilih Demokrat lantaran partai tersebut identik dengan figur SBY yang saat itu merupakan presiden dengan tingkat elektabilitas dan kepuasan publik yang tinggi.

Hal sama terjadi pada Pemilu 2014. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai banyak kalangan menikmati efek ekor jas dari figur Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, kini saat elektabilitas dan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi terus meningkat, tingkat keterpilihan PDI Perjuangan pun semakin meroket dalam sejumlah hasil survei terakhir.

Quote