Ikuti Kami

Hoaks: Musuh Demokrasi Zaman Now, Selain Politik Uang 

Metode repetition, pengulangan berita hoaks, dilakukan pihak lawan agar PDI Perjuangan DISTEMPEL sebagai partai yang anti Islam& anti ulama

Hoaks: Musuh Demokrasi Zaman Now, Selain Politik Uang 
Diskusi Melawan Hoax di Kantor DPP PDI Perjuangan, Februari 2018 - Foto: Jawapos.com

PDI PERJUANGAN besar karena ditempa oleh zaman. Musuh terbesar demokrasi hari ini selain politik uang, ia adalah hoaks. 

Hoaks sama dengan fitnah. Fitnah katanya lebih kejam dari pembunuhan. 

Melawan hoaks di era kebebasan informasi berbasis digital, sama dengan melerai 1 orang dikeroyok ratusan massa. Itulah perjuangan Partai banteng moncong putih hari ini melawan fitnah keji yang ditebar secara massif. 

Metode repetition, pengulangan berita hoaks, dilakukan pihak lawan agar PDI Perjuangan DISTEMPEL sebagai partai yang anti Islam dan anti ulama.

Klarifikasi jutaan kali seakan percuma, karena mesin hoaks mereka tak pernah berhenti berproduksi jika tidak disetop dari pabriknya.

Pengulangan berita hoaks yang ditebar melalui sosial media, blog, jaringan percakapan, akhirnya dipercaya sebagai sebuah kebenaran.

Dahsyat memang efek domino dari kekuatan pengulangan itu. Ditopang kecepatan penyebaran informasi sosial media, yang seperti peluru, menyasar target tanpa kompromi. 

Derasnya arus informasi di sosial media memang cepat, tapi belum tentu tepat.

Karena itu, bijaklah dengan menggunakan jari kita dalam berselancar di dunia maya. Harga sebuah persatuan dan kesatuan lebih mahal dibanding mengejar kekuasaan an sich.

PDI Perjuangan sebagai partai Nasionalis, memiliki akar sejarah yang panjang dengan pendiri Bangsa. Kalau boleh dibilang, warisan perjuangan Bung Karno, Proklamator RI dan juga Presiden RI Pertama, masih dijaga oleh partai ini.

Perang Gagasan, Bukan Ujaran Kebencian

Alangkah kejinya para politisi dengan proyek hoaksnya. Mari berkompetisi dengan sehat dan fair.

Angkatlah gagasan jagoan anda. Bukan mencari-cari aib atau kesalahan lawan anda. 

Kampanye negatif sah-sah saja. Karena rakyat memang butuh informasi yang utuh dan komplit dari para calon pemimpinnya.

Tapi jangan sekali-kali menggunakan kampanye hitam (black campaign), yang tidak berdasar fakta dan data. 

Karena kampanye hitam itu jelas bagian dari hoaks. Ia tak berbeda dengan ujaran kebencian. 

Kampanye hitam itulah yang kerap menyulut permusuhan. Berawal perang di sosial media, biasanya berujung konflik horizontal di akar rumput.

Para User sosial media berasal dari berbagai kalangan. Khusus kampanye di sosmed, Operatornya rata-rata usia milenial yang baru melek politik, bahkan awam. 

Dengan pendidikan politik yang minim, mereka dijadikan buzzer untuk berkampanye dengan menggunakan emosi 'darah muda' mereka.

Banyak dari Timses tak sadar, dari konten yang tidak terkontrol di sosial media bisa berakibat chaos di dunia nyata.

Multiplier effect lain dari kejamnya hoaks di sosial media: masyarakat awam menjadi fanatis dan barbar.

Banyak orang mendadak merasa menjadi paling sholeh dalam beragama. Ayat suci dipelintir. Dijadikan pembenaran untuk menyerang lawan politik. 

Ayat yang dianggap menguntungkan diviralkan, ayat yang dianggap merugikan diskip. Agama diseret-seret ke kubangan kumuh politik yang dimainkan para politisi busuk. 

Mirisnya, karena Pilpres, Pileg, persahabatan rusak, dalam satu keluarga sampai bermusuhan karena berbeda pilihan.

Jika dibantah dan diberikan fakta yang merugikan jagoannya mereka tutup mata. Sementara itu, berita hoaks keji untuk menyerang jagoan lawan, ditelan mentah mentah dan ikut  diviralkan.

STOP ujaran kebencian, hoaks dan kampanye hitam. Isu PKI, PDI Perjuangan dan Jokowi anti Islam, anti ulama, pro asing-aseng sudah lapuk dan usang.

Mainkan isu lain yang lebih bermutu. Masih banyak konten yang bisa dimainkan untuk mengangkat visi-misi jagoan kita ketimbang menyerang dengan berita hoaks.

Semoga Pilpres 2019 berlangsung damai dan menyejukkan. Jangan korbankan masa depan bangsa dengan kebencian dan permusuhan.

Quote