Ikuti Kami

Musik yang Mengisi Peradaban Semua Bangsa

Oleh: E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Musik yang Mengisi Peradaban Semua Bangsa
E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2. (Foto: Dok. Pribadi)

Sembilan Maret adalah tanggal kelahiran Wage Rudolf Soepratman, pencipta Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan tanggal itu sebagai Hari Musik Nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya melalui Keppres Nomor 10 Tahun 2013. Pertimbangan dalam Keppres tersebut menyatakan bahwa musik adalah ekspresi budaya yang bersifat universal dan multi dimensional yang merepresentasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan serta memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional.

Musik adalah ilmu atau seni yang mengatur nada atau suara sedemikian rupa sehingga harmonis (KBBI, 1990), tempat manusia mencurahkan perasaan hati dan melukiskan getaran jiwa (Kosasih, 1982), memiliki terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme (Aristoteles, 384-322 SM). 
Maestro komposer Ludwig von Beethoven mengatakan, “Music is the mediator between the spiritual and sensual life.”

Dengan demikian pertimbangan yang tertulis dalam Keppres 10/ 2013 telah memenuhi semua unsur yang melekat dalam musik itu sendiri, yaitu seni (ekspresi budaya), getaran jiwa dan nilai-nilai luhur kemanusiaan (the spiritual and sensual life), serta patriotik (peran strategis dalam pembangunan nasional).

Pengaruh Musik

Filsuf Plato, dan Aristoteles, tegas menyatakan bahwa musik memiliki peran mendasar dalam pendidikan masyarakat sipil dan penuh damai. Dalam tradisi masyarakat, musik akrab bagi para petani yang menyanyikannya sambil membajak sawah. Juga para penenun yang menyanyikannya sambil menggerakkan pintalannya (shuttle), serta para pelancong yang bernyanyi untuk meringankan rasa letih dalam perjalanannya.  Bagi mereka, kaum tak terdidik (uneducated), musik membentuk soundtrack dari kehidupan sehari-hari, yang dianggap bisa mengurangi  kelelahan kerja manual/ fisik, tugas/ pekerjaan yang berulang (rutinitas), dan menemani perjalanan panjang yang sering dilakukan dengan berjalan kaki. Dalam hal itu, lagu atau susunan nada, mengekspresikan secara tulus kehidupan spiritual banyak masyarakat kelas ini. Dengan kata lain, musik adalah komponen penting dari kehidupan di era awal modern, di semua budaya dan kemakmuran.

Pengaruh musik dalam kehidupan manusia telah menjadi obyek penelitian yang menarik bagi beberapa ahli. Sebuah tesis, yang tidak dipublikasikan, mempelajari perilaku dan motivasi siswa menengah kelas 4 dan menemukan bahwa musik latar meningkatkan perilaku mereka, pada waktu tugas, pembelajaran, dan motivasi. Mereka menggunakan musik klasik untuk meningkatkan lingkungan kelas dan keterlibatan siswa. Musik menimbulkan gairah belajar. 

Ada pula sebuah studi pada tahun 1993 yang kontroversial, yang menunjukkan bahwa mahasiswa dapat meningkatkan IQ mereka dengan mendengarkan Sonata karya Mozart selama 10 menit. 

Pada tahun 2010, sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Dror Mandel dan Dr. Ronit Lubetzky dari Tel Aviv Medical Center yang berafiliasi dengan Sekolah Kedokteran Sackler dari Universitas Tel Aviv, telah menemukan bahwa bayi prematur yang terkena musik Mozart selama tiga puluh menit dalam satu sesi sekali per hari menghabiskan lebih sedikit energi - dan karena itu membutuhkan lebih sedikit kalori untuk tumbuh dengan cepat - daripada saat mereka tidak "mendengarkan" musik.

Setelah "mendengar" musik, bayi prematur tersebut mengeluarkan sedikit energi, sebuah proses yang dapat menyebabkan penambahan berat badan dengan lebih cepat. "Tidak jelas bagaimana musik mempengaruhi mereka, tapi itu membuat mereka lebih tenang dan cenderung tidak gelisah," kata Dr. Mandel. 

Hipotesis yang ditawarkan adalah melodi yang berulang dalam musik Mozart mungkin mempengaruhi pusat organisasi korteks otak. Bagaimanapun masih diperlukan lebih banyak penelitian tentang hal tersebut.

Perkembangan Ekspresi Musik

Tidak adanya penelitian terhadap perkembangan musik nasional mengakibatkan kesulitan tersendiri untuk mengetahui bagaimana perkembangannya dari masa ke masa. Namun, setidaknya kita dapat merasakan bahwa musik popular telah berubah sepanjang dekade. 

Musik tahun 2019 pasti terasa berbeda dari musik tahun 1960-an dan 1970-an. Selain pengaruh penemuan alat musik drum pada era 1970-an, lirik musikpun mengalami perubahan yang cukup signifikan.

Secara lingkup dunia, para ilmuwan data di Lawrence Technological University di Michigan, menggunakan analisis kuantitatif untuk mempelajari perubahan lirik musik popular selama tujuh dekade, dari tahun 1950 hingga 2016. Sebanyak lebih dari 6.000 lagu dari Billboard Top 100 terpopuler dianalisis dengan menggunakan analisis sentimen kuantitatif otomatis. 

Analisis sentimen otomatis mengaitkan setiap kata atau frasa dalam lagu dengan serangkaian nada yang mereka ekspresikan. Kombinasi nada yang diekspresikan oleh semua kata dan frasa lirik menentukan sentimen lagu. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi kemarahan dan kesedihan dalam musik popular telah meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu, sementara ekspresi sukacita telah menurun. Sementara penggemar musik lebih menyukai lagu-lagu gembira selama tahun 1950-an, konsumen musik modern lebih tertarik pada lagu-lagu yang mengekspresikan kesedihan atau kemarahan.

Maka jika dikaitkan dengan musik adalah ekspresi budaya dan getaran jiwa, apakah perkembangan peradaban di millenium yang semakin cepat dan semakin menihilkan jarak dan waktu ini, selaras dan signifikan mempengaruhi perkembangan ekspresi selera musik. Penelitian di atas tentu saja belum bisa menjadi tolok ukur sahih yang berlaku secara universal, khususnya belum bisa berlaku juga di lingkup regional dan nasional.

Musik Bahasa Universal  

Setiap budaya memiliki musik dan lagu. Musik dan lagu itu melayani berbagai tujuan yang berbeda.

Salah satu temuan mendeskripsikan fungsi setiap lagu berdasarkan persepsi penggemar. Ada enam fungsi setiap lagu yaitu: untuk menari, menenangkan bayi, menyembuhkan penyakit, mengekspresikan cinta, berduka karena orang mati, dan untuk bercerita.  

Ada tujuh fitur musik subyektif: kompleksitas melodi, kompleksitas ritmis, tempo, keteraturan beat, gairah, valensi, dan kesenangan. Analisis data menunjukkan bahwa ada beberapa hubungan antara berbagai fitur dan fungsi lagu.

Peneliti dari Universitas Harvard, Samuel Mehr dan Manvir Singh, mengatakan bahwa respon emosional dan perilaku terhadap rangsangan estetika sangat mirip di seluruh populasi yang berbeda. Terlepas dari keragaman musik yang dipengaruhi oleh budaya yang tak terhitung jumlahnya, sifat manusiawi setiap orang dapat mendasari struktur musik dasar yang melampaui perbedaan budaya.

Menyitir laporan dalam Current Biology pada 25 Januari 2018, lagu-lagu vokal yang berbagi salah satu dari beberapa fungsi tersebut cenderung mirip satu sama lain, tidak perduli asal budaya mana lagu-lagu tersebut.  Laporan itu konsisten dengan keberadaan hubungan universal antara bentuk dan fungsi dalam musik vokal.

Oleh karena itu, tepatlah apa yang dikatakan sang jenius Wolfgang Amadeus Mozart: 
Music, even in situations of the greatest horror, should never be painful to the ear but should flatter and charm it, and thereby always remain music.

SELAMAT HARI MUSIK NASIONAL
9 MARET 2019

Quote