Ikuti Kami

Setelah 22 Mei: Ramadhan, Lebaran & Sayup-sayup People Power

Pastinya umat Islam Indonesia yang terbiasa dengan tradisi mudik lebaran cenderung lebih memikirkan persiapan pulkam ketimbang people power

Setelah 22 Mei: Ramadhan, Lebaran & Sayup-sayup People Power
Momen pelukan akrab Jokowi-Prabowo saat pertandingan silat Asian Games 2018 (Foto: dok. Twitter Jokowi)

SEKITAR dua minggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 H, atau tepatnya tanggal 22 Mei 2019, KPU secara resmi akan mengumumkan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019.

Bisa dipastikan, kubu 02 akan menggugat hasil penetapan suara oleh KPU ke MK. Melihat gelagatnya yang selalu membangun narasi: curang, curang dan curang.

Bahkan mereka sampai mengeluarkan istilah provokatif: kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal. Narasi tersebut selalu mereka semburkan untuk meyakinkan para pendukungnya kalau mereka belum kalah. Selain itu, agar para pendukung tidak patah arang dan tidak meninggalkan junjungannya begitu saja karena kalah. 

Tentunya harapan mereka yang sudah tidak punya harapan lain lagi untuk menang, selain dengan cara menggiring opini publik untuk mendelegitimasi KPU dan tidak percaya hasil Pemilu yang dianggapnya penuh kecurangan.

Nah, dalam rentang waktu 23 Mei hingga 15 Juni 2019 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, tentu diharapkan segala riuh rendah dan tensi Pemilu serentak 2019 yang sudah menguras energi bangsa setahun belakangan ini akan mereda untuk menghormati kemuliaan Bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri. 

Dan setelah itu, pengumuman pemenang Pilpres 2019 secara resmi akan diumumkan KPU jika sudah ada hasil putusan sengketa Pilpres di MK.

Semoga politisi yang kerap mengobral kosakata agama dalam sebuah narasi politik tidak merusak kekhusyu'an umat Islam dalam menjalani segala rangkaian ibadah di bulan Ramadhan.

Untuk proses rekapitulasi suara percayakan kepada KPU, mengingat KPU dipilih DPR yang komposisinya juga melibatkan seluruh Fraksi Partai Politik yang ada di kedua kubu. Dan tentunya baik 01 maupun 02 pasti memiliki tim khusus untuk merekap suara masing-masing. 

Karena itu, tentu di bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, seluruh pihak di kedua kubu bisa menjaga sikap dan menghindari mengeluarkan statement yang provokatif.

Dan pastinya umat Islam Indonesia yang terbiasa menjalani tradisi mudik lebaran cenderung lebih memikirkan persiapan pulang ke kampung halaman ketimbang ikut-ikutan terhasut ajakan kelompok yang belum bisa move on kalah Pilpres untuk people power.

Jadi selow saja. Selain satu persatu elite parpol koalisi di BPN 02 mulai berfikir realistis untuk menerima hasil hitung cepat yang ilmiah dan teruji sejak Pilpres 2004, para alumni 212 yang tersisa dan masih menjadi 'pembisik setia' Prabowo untuk terus berjuang hingga titik darah penghabisan juga sudah tidak solid.

Yang jelas, warga banteng tetap meyakini akan kemenangan PDI Perjuangan di Pemilu 2019 dan kembali terpilihnya salah satu kader terbaik partai: Jokowi sebagai Presiden RI periode 2019-2024. 

Dan tentunya semua kemenangan itu kita syukuri dengan prinsip 'menang tanpa ngasorake': menang tanpa merendahkan orang lain. 

Keteladanan Presiden Jokowi yang ditunjukkan kepada kita dengan "nglurug tanpa bala": menyerang tanpa pasukan patut kita ikuti. 

Jokowi tak pernah menggerakkan pendukungnya untuk memaksakan keinginannya mempertahankan kekuasaan. Artinya, ia tak pernah memobilisasi rakyat untuk berhadapan dengan lawan politik yang kerap mencaci dan menghujat serendah-rendahnya. 

Seandainya Jokowi dalam posisi kalah sekalipun, ia tak akan mungkin menggerakkan people power. Seperti yang dilakukan lawan politik yang 'menunggangi' kelompok tertentu untuk menjadi 'alat pukul; agar tercapai ambisinya untuk berkuasa.

Kemenangan Jokowi bukan karena ia memiliki paras yang tampan atau gagah. Jokowi kembali dipercaya rakyat untuk memimpin Indonesia sebagai sebuah bangsa besar dengan sejarah peradaban besarnya bukan karena ia keturunan konglomerat, berdarah biru, atau seorang jenderal. 

Bahkan tiket pencapresan Jokowi di periode pertamanya bukan karena ia membeli 'perahu' partai. Jokowi bukanlah seorang Ketum partai besar yang bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Jokowi juga tak pernah mencalonkan dirinya sebagai capres. Berfikir untuk menjadi Presiden Republik Indonesia saja tidak pernah.

Karena itu, filosofi 'Digdaya Tanpa Aji' yang diterapkan Jokowi, menegaskan kekuasaan itu acap kali tercipta bukan hanya suatu kemenangan fisik atau kemenangan mental. Namun kekuasaan yang diraih Jokowi tercipta karena citra dan wibawanya, perkataannya, serta ketulusannya melayani rakyat membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya.

Dus, itulah politik. Yang menang seperti gula yang akan didekati banyak semut. Sementara kalah itu pahit, dan akan dijauhi. Seperti ajakan people power yang semakin sayup-sayup dan akan menjadi angin lalu. Sementara tanda-tanda akan merapatnya Demokrat dan partai pendukung Prabowo ke Jokowi semakin terlihat setelah pertemuan empat mata Ketua MPR yang juga Ketum DPP PAN Zulkifli Hasan dengan Presiden Jokowi di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Dan mari kita segenap warga Banteng menyambut 22 Mei 2019 dengan penuh suka cita. Karena kemenangan PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi untuk 1 periode lagi untuk dilantik pada 20 Oktober 2019 di Sidang Paripurna MPR yang juga berisi para Legislator baru periode 2019-2014 hasil Pemilu 2019 juga merupakan kemenangan seluruh rakyat Indonesia.

Quote