Ikuti Kami

Telak, Media Asing Ledek Prabowo Belum Bisa Terima Kenyataan

Jelas dari judulnya saja bisa dipahami bagaimana karakter haus akan kekuasaan seorang Prabowo yang masih belum menerima kekalahan

Telak, Media Asing Ledek Prabowo Belum Bisa Terima Kenyataan
Jokowi dan Prabowo - Foto: Istimewa

CAPRES Prabowo Subianto disindir sejumlah media asing ternama. Yang terbaru dari Australia, The Sydney Morning Herald. Dalam berita hari Senin (13/5/2019), media Australia itu memuat berita dengan judul yang menyindir Prabowo: Indonesia's Prabowo must face reality and accept defeat. Again. 

Media asing saja sudah cukup cerdas dengan mengcapture kondisi riil perpolitikan di Indonesia. Dimana pihak oposisi dalam hal ini Capres penantang Prabowo Subianto, untuk kedua kalinya harus bisa menerima kenyataan dan kekalahan dari capres petahana Joko Widodo.

Jelas dari judulnya saja bisa dipahami bagaimana karakter haus akan kekuasaan seorang Prabowo yang masih belum menerima kekalahan. Kalau selama ini Prabowo antipati terhadap media lokal dan lebih hormat dengan media asing yang dianggap bisa lebih objektif dalam pemberitaannya, maka dia tidak boleh marah-marah dengan judul dan isi pemberitaan The Sydney Morning Herald.

Berita tersebut ditulis oleh koresponden The Sydney Morning Herald yang berkantor di Jakarta bernama James Massola. 

Jurnalis asing saja bisa menganalisa sikap tidak bisa menerima kekalahan Prabowo bukan kali ini saja. Pada Pilpres 2014, Capres 02 tersebut juga melakukan hal yang sama seperti sekarang: deklarasi kemenangan, sujud syukur, dan menggugat hasil Pemilu yang penuh kecurangan.

Jadi wajar saja jika reaksi masyarakat Indonesia juga ikut-ikutan nyinyir. Khususnya warga netizen di dunia maya. Pascapilpres, bertebaran meme atau narasi yang menyebutkan: Besok kalau ada Pilpres Jangan kasih tahu Prabowo, Bikin Ribet.

Dia memaparkan kemenangan yang sudah selisihnya sampai lima belas juta suara pemilih tapi seperti tahun 2014, lagi-lagi dia menolak hasil Pilpresnya. Begini cuplikannya:

So far, 67.6 million votes for Joko have been counted compared to 52.6 million votes for Prabowo - a difference of 15 million votes. But much like 2014, Prabowo is refusing to accept the result. On election day, he declared victory and claimed he had won 62 per cent of the vote.

Jadi media itu sampai membuat perbandingan kalau kandidat pemimpin Australia mengikuti Pemilu di Australia sendiri dan hasilnya keluar dengan cepat lalu kandidatnya menolak hasil, katanya sulit dibayangkan. Ya sulit dibayangkan tapi di Indonesia mudah ditebak dan diprediksi, pasti menolak.

Ikut pemilu setiap lima tahun tapi terus menolak hasilnya jelas ini menjadi kekonyolan dan tertawaan media asing. 
Sampai The Sydney Morning Herald menyatakan bahwa Prabowo akan menang jika terjadi mujizat , dia harusnya menerima kekalahan. 

On May 22, when the election result is declared - barring a miraculous turnaround in the count - he should finally, gracefully, concede defeat.

Media asing termasuk media dari Australia ini dengan analisis yang cerdas dan tajam memantau perkembangan politiki di Indonesia apalagi Indonesia bertetangga dengan mereka. Jadi segala dinamika politik tak luput dari pantauan mereka.

Pantauan mereka jelas tak terbantahkan Jokowi terus memimpin sejak dari quick count sampai real count saat ini makin meninggalkan Prabowo yang terus berharap kemenangan. Saking putus asanya, angka kemenangan semula 62 persen pun diturunkan tetapi tetap dengan posisi memenangkan Prabowo.

Media itu terus memantau pula bagaimana sepak terjang kubu Prabowo yang terus mengajukan keberatan, mencari berbagai dalih dan alasan untuk membuat alasan bahwa hasiul Pemilu tak dapat diterima.

Media itu melansir pula bagaimana Prabowo dan tim kampanyenya menuduh kesalahan entri data di setidaknya 73.100 TPS. Mereka mengklaim bahwa 6,7 juta orang tidak mendapat undangan untuk memilih dan petahana telah menggunakan alat negara untuk keuntungannya. Misalnya, dua pendukung Prabowo menghadapi dakwaan makar karena mengklaim hasil pemilu itu curang.

Lucunya lagi, The Sydney Morning Herald menyebut “protes kecil” telah diadakan, termasuk satu di luar Bawaslu, badan pengawas pemilu, Jumat lalu. Demonstrasi yang lebih besar muncul dengan seruan untuk protes "kekuatan rakyat" yang datang dari para pendukung kubu Prabowo (meskipun bukan dari kandidat itu sendiri).

The Sydney Morning Herald juga menyebut bagaimana cita-cita menjadi presiden itu adalah impian masa kecilnya Prabowo. Bolehlah bermimpi tinggi-tinggi tapi ya harus mengakui realita juga. 

Terbukti dengan pembelaan pada Prabowo yang dilakukan secara militan maka membuat kaum intelektual di kubu 02 langsung jadi ikut-ikutan menggunakan logika terbalik dan tertular ikut menebar virus hoaks dan fitnah. Karena kalap maka aksi-aksi yang cenderung anarkis ditebar.

Seperti mengadu domba TNI dan Polri, mengancam memenggal Presiden Jokowi, mengancam terjadinya tumpah darah di Nusantara dan ancaman mau menciptakan chaos alias kekacauan semuanya bermuara satu, mereka terlena akan halusinasi sendiri yang menciptakan delusi perolehan suara yang besar bagi Prabowo.

Media Australia lain yang meledek Prabowo adalah  theaustralian.com.au yang terang-terangan dalam judulnya ditulis Prabowo sebagai sosok pecundang.

"Loser Prabowo claims victory on Indonesia," bunyi judul media itu dalam laporannya, Sabtu (20/4/2019). Makna harfiah dari judul itu adalah "Pecundang Prabowo mengklaim kemenangan atas Indonesia".

Surat kabar asal Inggris, The Guardian, mewartakan bahwa Prabowo mengklaim memenangkan Pilpres 2019 meski hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei dia dan pasangannya, Sandiaga Uno, kalah suara dari Jokowi dan Ma’ruf Amin.

The Guardian turut mengutip pidato kemenangan Prabowo mengenai janjinya untuk menjadi presiden bagi semua kalangan.
Koran asal Singapura seperti The Straits Times dan portal berita Channel NewsAsia memberitakan hal serupa.

Dalam artikelnya berjudul “Prabowo Subianto Claims Victory With His Team’s ‘Real Count'”, The Straits Times memaparkan bahwa Prabowo juga memperdebatkan hasil hitung cepat yang menyatakan dirinya kalah suara dari Jokowi.

Syahdan, karena menolak hasil Pemilu dan deklarasi kemenangan hingga empat kali membuat Prabowo menjadi bahan olok-olokan netizen dunia. Mirisnya, ada yang menyebut Prabowo seperti penguin. Dan menyuruhnya pindah ke Benua Antartika dan menjadi Presiden bagi penguin.

Quote