Ikuti Kami

Ahok Kembali Ditunjuk Jadi Dewan Pengawas KPK? Benarkah

Beredar gambar yang memuat foto Ahok dan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar

Ahok Kembali Ditunjuk Jadi Dewan Pengawas KPK? Benarkah
Ilustrasi. Ahok dan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar.

Jakarta, Gesuri.id - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dikabarkan kembali akan ditunjuk jadi dewan pengawas KPK. Namun kali ini tak hanya Ahok demikian panggilan akrabnya, tapi juga Antasari Azhar.

Telah beredar gambar yang memuat foto Ahok dan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar yang disebut terpilih sebagai Dewan Pengawas KPK di media sosial WhatsApp (WA).

Baca: Ahok Bakal Jadi Dewan Pengawas KPK? Ini Kata PDI Perjuangan

Namun Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.

Kurnia mengungkap sejumlah alasan kenapa informasi semacam itu patut disebut sebagai hoaks.

"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial. Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019) dilansir dari Kompas.com.

Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.

Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.

Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.

"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.

Kurnia juga mempertanyakan muatan konten tersebut bahwa ada kelompok Taliban di KPK.

Selama ini, Taliban dikenal sebagai kelompok berkuasa di Afghanistan yang memperlakukan ajaran radikal.

"Pihak yang menuding isu Taliban dan lain-lain itu harusnya yang bersangkutan bisa menjelaskan Taliban seperti apa? Buktinya apa? Tudingan itu apakah ada pembuktian yang dilakukan?" kata Kurnia.

Ia menilai, isu-isu semacam itu dihembuskan pihak tertentu yang tidak suka dengan perkembangan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

Kurnia juga memandang, isu itu tidak sehat karena menggeser perdebatan dari persoalan penyelamatan KPK yang lebih penting ke persoalan yang tidak substansial.

"Ini kan tidak baik ya untuk pencerdasan masyarakat. Kami berharap masyarakat selalu cek beberapa pemberitaan terkait tudingan kepada KPK. Banyak sekali media kredibel yang dijadikan rujukan untuk menilai apakah informasi narasi itu benar atau salah," kata dia.

"Jangan sampai terjebak pada narasi pihak tertentu yang memang tidak senang dengan KPK yang mengeluarkan pendapat yang tidak ada obyektivitasnya, hanya pendapat yang subyektif sehingga masyarakat justru dikaburkan pandangannya," ujar Kurnia.

Ia meminta masyarakat tak terlibat dalam perdebatan isu yang tidak substansial dan validasinya diragukan.

Sebelumnya diberitakan Presiden Jokowi akan menunjuk langsung Dewan Pengawas KPK.

Jokowi mengungkapkan tidak akan membentuk panitia seleksi (pansel).

"Untuk pertama kalinya tidak lewat pansel," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11) sore dikutip dari Kompas.com.

UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi.

Namun, ada pasal Pasal 69 A ayat (1) yang mengatur bahwa ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik.

"Tapi percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," ungkap Jokowi.

Jokowi mengaku saat ini ia sudah mendapat masukan-masukan terkait sosok yang akan ia pilih untuk duduk sebagai dewan pengawas KPK.

Pelantikan dewan pengawas nantinya akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.

Sementara itu terkait Perppu KPK, Jokowi mengungkapkan masih menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita melihat bahwa masih ada proses uji materi di MK, kita harus menghargai proses seperti itu. Jangan ada orang yang masih berproses, kemudian ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain," ungkapnya.

Pernyataan Jokowi tersebut menurut Kurnia Ramadhana mengecewakan masyarakat.

"Masyarakat pasti kecewa terhadap sikap presiden yang tidak jelas terkait penyelamatan KPK," ucapnya dikutip dari tayangan Kompas Malam dari Youtube Kompas TV, Minggu (3/11).

Kurnia Ramadhana juga mengungkapkan sikap Presiden Jokowi yang menunggu keputusan MK terlebih dahulu sebelum menerbitkan Perppu dianggapnya tidak tepat.

Baca: Berikut Kisah Tujuh Bulanan Puput, Bersama Ahok

"Beberapa waktu lalu presiden sempat menyebut akan mempertimbangkan Perppu. Dan argumentasi dari Presiden Jokowi yang menolak menerbitkan Perppu karena menunggu hasil judicial review kami pandang tidak tepat," ungkapnya.

Ia mengungkapkan pada dasarnya penerbitan Perppu adalah hak subjektif presiden.

"Tidak ada satu pun pasal yang menyebut penerbitan Perppu harus menunggu judicial review," tambahnya.

Quote