Ikuti Kami

Bela Ribka yang Dilaporkan usai Sebut 'Soeharto Pembunuh Jutaan Rakyat', Guntur Romli Bongkar Fakta Komnas HAM

Korban pembantaian tahun 65-66 ada 3 juta versi Sarwo Edhi Wibowo yang waktu itu menjadi Komandan Pasukan RPKAD

Bela Ribka yang Dilaporkan usai Sebut 'Soeharto Pembunuh Jutaan Rakyat', Guntur Romli Bongkar Fakta Komnas HAM
Politisi PDI Perjuangan Mohamad Guntur Romli - Foto: Istimewa

Jakarta, Gesuri.id – Politikus PDI Perjuangan Mohamad Guntur Romli dengan tegas membela rekan separtainya, Ribka Tjiptaning, yang dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) pada Rabu (12/11/2025). Pelaporan itu bermula dari pernyataan Ribka yang menyebut Presiden RI ke-2 Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat”.

Menurut Guntur, tuduhan hoaks dan ujaran kebencian terhadap Ribka sama sekali tidak berdasar. “Ribka hanya menyampaikan fakta sejarah yang sudah diakui negara melalui Tim Pencari Fakta Komnas HAM. Kok malah dilaporkan ke polisi?” ujarnya dikutip Tribunnews.com, Rabu (12/11).

Guntur kemudian membeberkan bukti-bukti kuat yang mendukung pernyataan Ribka. Pertama, angka korban pembantaian 1965-1966 mencapai tiga juta jiwa langsung diakui oleh pelaku lapangan, Komandan RPKAD (sekarang Kopassus) Kolonel Sarwo Edi Wibowo. “Korban pembantaian tahun 65-66 ada 3 juta versi Sarwo Edhi Wibowo yang waktu itu menjadi Komandan Pasukan RPKAD,” kata Guntur, mengutip buku G30S: Fakta atau Rekayasa karya Julius Pour.

Ironisnya, Sarwo Edi tahun ini justru dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto.

Kedua, Temuan Tim Pencari Fakta Komnas HAM secara eksplisit menyebut Soeharto sebagai pihak paling bertanggung jawab. “Soeharto adalah pimpinan Kopkamtib yang dibentuk 10 Oktober 1965, hanya sepuluh hari setelah G30S, untuk membasmi unsur yang dicap PKI,” jelas Guntur. Kopkamtib, yang berada langsung di bawah komando Soeharto, menjadi alat utama pembantaian sistematis tersebut.

Seluruh temuan Komnas HAM itu, lanjut Guntur, telah direkomendasikan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti secara hukum, namun hingga kini tak pernah ada proses lebih lanjut.

Guntur juga mengkritik keras penganugerahan gelar pahlawan kepada Sarwo Edi Wibowo dan rencana serupa untuk Soeharto. 

“Orang yang mengaku membantai tiga juta rakyat malah jadi pahlawan. Ini penghianatan terhadap korban pelanggaran HAM berat dan keluarga mereka,” tegasnya. 

Ia menyebut langkah pemerintahan Prabowo yang mengulang perjanjian keamanan dengan Australia ala Soeharto tahun 1995 sambil memutihkan sejarah kelam Orde Baru sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah.

Pasca pernyataan Guntur, tagar #BongkarFakta1965 dan #TolakPahlawanPembantai langsung meroket menjadi trending topic di X Indonesia. Ribuan warganet, khususnya generasi muda, membagikan dokumen resmi Komnas HAM dan kutipan buku Julius Pour sebagai bukti.

Sementara itu, ARAH sebagai pelapor belum memberikan tanggapan atas bantahan yang didukung dokumen negara ini.

Dengan fakta sejarah yang kini kembali terkuak, publik menanti sikap negara: akankah tragedi kemanusiaan 1965-1966 akhirnya diakui dan diselesaikan secara hukum, atau tetap dikubur demi kepentingan politik semata.

Quote