Ikuti Kami

Berkuasanya Orba, 'Lonceng Kematian' Bagi Ajaran Soekarno

Abidin mengungkapkan, setelah Orde Baru pimpinan Soeharto berkuasa, "lonceng kematian" bagi ide dan ajaran Soekarno semakin keras berbunyi. 

Berkuasanya Orba, 'Lonceng Kematian' Bagi Ajaran Soekarno
Presiden Pertama RI Soekarno (Bung Karno) dan Presiden ke dua Soeharto.

Jakarta, Gesuri.id - Mengenang 51 Tahun wafatnya Bung Karno, Bapak Bangsa Indonesia (21 Juni 1970 - 21 Juni 2021), Ketua Panitia Bulan Bung Karno 2021 DPP PDI Perjuangan, Abidin Fikri mengungkapkan sejarah kelam, tentang nasib tragis hingga wafatnya Sang Proklamator setelah dijatuhkan dari kursi kepresidenan. 

Abidin mengungkapkan, setelah Orde Baru pimpinan Soeharto berkuasa, "lonceng kematian" bagi ide dan ajaran Soekarno semakin keras berbunyi. 

Api semangat gagasan Bung Karno redup. Pemikirannya tabu untuk dibahas, apalagi diajarkan. 

Baca: Hari Lahir Pancasila, Pemikiran dan Pandangan Bung Karno

"Gagasannya sengaja diburamkan. Ia coba dikaburkan dari kenyataan sejarah pembebasan bangsa. Sang Master-mind dari revolusi Indonesia teralienasi dari tanah air, dari rakyat, dari keluarga, dan dari bangsa yang ia merdekakan sendiri," ujar Abidin. 

Anggota DPR-MPR RI itu melanjutkan, Bung Karno sempat menulis surat ke Presiden Soeharto tanggal 3 November  1968 untuk meminta kelonggaran agar keluarganya bisa mengunjungi. Sang Penggali Pancasila itu juga meminta agar Ny. Sugio yang selama ini mengurusi rumah Wisma Yaso, dizinkan membantu lagi.

Sebelumnya, pembantu rumah tangganya tidak diizinkan masuk ke Wisma Yaso. Sehingga untuk urusan dapur, Bung Karno harus mengurusnya sendiri.

"Hari-hari berikutnya adalah kekosongan bagi Bung Karno, ia makin kesepian. Tak ada lagi kesempatan untuk berbicara di tengah lautan massa, kini tak ada lagi seorangpun yang bisa mendengarnya, kecuali dirinya sendiri," ungkap Abidin. 

Hingga, lanjut Alumni GMNI itu, pada 1970 kesehatan Bung Karno makin memburuk. Tanggal 16 Juni ia dilarikan ke RSPAD dan meninggal dunia pada 21 Juni 1970.

Pemerintah Orde Baru pun telah memutuskan 7 hari berkabung dan memakamkan Bung Karno di Blitar, Jawa Timur dengan kehormatan sebagai Proklamator Kemerdekaan dan Presiden Pertama Republik Indonesia. 

"Bangsa Indonesia berduka. Peti mati dan Jenasah Sukarno telah diselimuti bendera Nasional dan dibawa ke rumah di Jalan Gatot Subroto. Malam harinya Buya Hamka memimpin sholat jenazah dan berdoa bersama disambung kemudian acara berkabung yang dipimpin menteri agama saat itu," ujar Abidin 

Sepanjang malam itu, sambung Abidin, rumah Soekarno telah dihadiri orang-orang yang datang untuk berdoa dan memberi penghormatan terakhir untuk Sang Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. 

Pada pagi hari jam 09.30 mobil jenasah bergerak menuju Lapangan Udara Halim Perdanakusuma. Berkilo-kilo meter sepanjang jalan orang-orang berdiri mengantarkan Bung Karno. 

Baca: Sepanjang Hidup, Bung Karno Terima 26 Gelar Doctor HC

"Dikediaman Wisma Yaso karangan bungan dengan tulisan tangan Fatmawati isteri tercinta berbunyi 'Tjintamu menjiwai rakyat. Tjinta Fat'. Uraian Air mata mengiringi Jenazah Sukarno ketika melintas di jalan-raya Jakarta," ungkap Abidin. 

Siang harinya, jenazah Bung Karno dibawa ke Blitar lewat Malang dengan menggunakan pesawat Hercules dari Halim Perdanakusuma. Perjalanan dilanjutkan melalui jalan darat ke Blitar, menembus rakyat yang berduyun-duyun berduka dan memberi penghormatan terakhir memenuhi sepanjang perjalanan sampai makam

"Itulah akhir hayat Bung Karno. Namun visi Bung Karno tak boleh berakhir. Dalam ingatan dan lubuk hati terdalam, Bung Karno tetap abadi menjadi sosok pejuang yang mengabdikan dirinya pada tanah air dan bangsanya. Ia pemimpin di hati rakyat. Bung Karno telah menang dalam keabadian. Tetap dicintai hingga akhir hayat," papar Abidin.

Quote