Jakarta, Gesuri.id - Kuasa hukum DPC PDI Perjuangan Kabupaten Majalengka, Indra Sudrajat menyampaikan seluruh proses hukum telah dijalani, termasuk penyampaian kesimpulan dari para pihak. Ia meminta Majelis Hakim dapat memutus perkara dengan mempertimbangkan fakta hukum dan hati nurani.
Diketahui, gugatan Hamzah Nasyah terhadap PDI Perjuangan memasuki babak akhir. Sengketa yang bermula dari pemecatan Hamzah sebagai kader PDI Perjuangan akibat dugaan pelanggaran etik dan disiplin, kini menanti putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Majalengka yang akan dibacakan pada 12 Juli 2025.
“Ini adalah kewenangan penuh Majelis Hakim. Namun kami berharap putusan nanti benar-benar mempertimbangkan semua fakta hukum yang terungkap di persidangan dan didasarkan pada hati nurani agar tercipta keadilan serta menjaga proses demokrasi,” kata Indra dalam keterangannya, Minggu (8/6).
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, Indra menegaskan, pemecatan terhadap Hamzah Nasyah telah sah dan sesuai mekanisme partai. Keputusan tersebut, diambil melalui proses bertingkat mulai dari rapat internal DPC hingga keputusan final dari DPP PDI Perjuangan.
Menurutnya, salah satu fakta menarik dalam persidangan adalah kehadiran adik kandung Hamzah Nasyah, Aan Subarnas, sebagai saksi. Meski sempat diprotes karena memiliki hubungan keluarga dengan penggugat, Aan tetap diperbolehkan bersaksi dan disumpah Majelis Hakim.
“Dari kesaksian Aan Subarnas terungkap bahwa benar, pada 17 November 2024, Hamzah hadir dalam kampanye pasangan calon bupati yang bukan diusung PDI Perjuangan,” bebernya.
Dikatakan Indra, sebagai mantan anggota DPRD, ketua PAC, dan kader, tindakan Hamzah jelas-jelas melanggar kode etik dan disiplin partai. Pelanggaran tersebut kemudian dibahas dalam rapat dua pilar DPC PDI Perjuangan pada 6 Desember 2024 yang dihadiri ketua PAC, fraksi, dan DPC.
Hasil rapat dua pilar memunculkan laporan terkait sejumlah kader, termasuk Hamzah, yang tidak mendukung pasangan dari PDI Perjuangan, yakni Karna Sobahi dan Koko Suyoko. Rapat pleno digelar dan menghasilkan usulan pemberhentian terhadap empat mantan caleg, termasuk Hamzah, yang kemudian dikirim ke DPP melalui DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.
“Surat usulan pemecatan dilengkapi dengan lampiran bukti pelanggaran, dan diteruskan ke Komite Etik dan Disiplin Partai DPP PDI Perjuangan. Dari empat orang yang diusulkan, hanya Hamzah yang memenuhi panggilan klarifikasi,” papar Indra.
Dari usulan tersebut, DPP kemudian memberikan kesempatan kepada Hamzah untuk membantah tuduhan dengan menyertakan bukti selama tujuh hari. Namun kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan, hingga akhirnya pada 31 Januari 2025 terbit surat pemberhentian resmi.
Indra memastikan, proses pemecatan tersebut sama sekali tidak terkait dengan wacana pergantian antar waktu (PAW) di DPRD. Ia menyebut, saat rapat pleno dan pengusulan pemecatan dilakukan, almarhum H. Edi Anas masih hidup dan sehat.
“Jadi tidak ada motif politik tersembunyi di balik pemecatan saudara Hamzah,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan adanya tekanan psikologis yang dirasakan saksi dari pihak PDIP selama persidangan, serta keanehan-keanehan dalam proses sidang yang akan dicatat sebagai bahan pertimbangan hukum berikutnya.
Indra juga menepis isu yang berkembang di masyarakat soal dugaan palsunya tanda tangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen DPP PDI Perjuangan dalam surat pemecatan Hamzah.
“Itu tuduhan yang menghina kemampuan Majelis Hakim. Kuasa hukum DPP hadir di setiap persidangan dengan surat kuasa resmi dari Ketua Umum. Kalau memang palsu, tentu dari awal sudah ditolak oleh hakim,” ujar Indra.
Ia meminta agar seluruh kader PDI Perjuangan tidak terprovokasi isu-isu tersebut. Seluruh kader harus menghormati Majelis Hakim serta menjaga nama baik partai, dengan tetap menahan diri apapun hasil dari pengadilan.
“Kita tunggu saja keputusan Majelis Hakim pada 12 Juli 2025. Kami kuasa hukum sudah menyampaikan semua bukti dan saksi di persidangan. Jika pun putusan berbeda dengan harapan, kami akan menempuh langkah hukum lain, termasuk kasasi ke Mahkamah Agung. Semua sudah jelas, marwah partai harus tetap dijaga, demi tegaknya demokrasi di Indonesia,” tutupnya.