Ikuti Kami

Dirikan Sekolah Multikultural, Upaya Kader Bumikan Pancasila

Yayasan ini didirikan Sofyan Tan pada tahun 1987 dengan tujuan mengembangkan pendidikan bagi anak-anak yang tak mampu, dengan asas pembauran

Dirikan Sekolah Multikultural, Upaya Kader Bumikan Pancasila
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dr. Sofyan Tan (tengah)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sofyan Tan menjelaskan, pendidikan multikultural harus diajarkan secara dini di dunia pendidikan kita. Hal itu bertujuan untuk mendidik para pelajar tentang bagaimana memahami negara ini adalah negara yang sangat plural.

"Mau tak mau, ini harus dipelajari anak-anak kita tentang keberagaman ini. Untuk itu, sejak kecil mereka dididik mengenal perbedaan. Baik apakah perbedaan agamanya, suku, budayanya, termasuk perbedaan gender dan tingkat sosial ekonomi," ujar Sofyan Tan usai Deklarasi Praktik Pendidikan Pancasila di Sekolah di Hari Pendidikan Nasional 2018 yang diselenggarakan MPR RI bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kaukus Pancasila DPR RI, dan Yayasan Cahaya Guru, di Ruang Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (2/5).

Karena, lanjut Sofyan, kalau kita membiarkan anak ini dengan didikan yang hanya seperti mata kuda, maka mereka hanya bisa melihat ke depan, tidak bisa melihat ke samping.

"Bahwa, kita itu memang berbeda-beda tidak bisa dihindari. Sekolah inilah mengajarkan tentang hal-hal yang menyangkut perbedaan," tambah Sofyan Tan yang merupakan Wakil Rakyat asal Dapil Sumatera Utara I.

Perbedaan itu bukan dimusuhi, kata dia, tapi harus dipelajari, diikat menjadi satu kekuatan negara yang memang sangat plural di dunia ini.

Dikatakan Sofyan, mereka para siswa diajarkan dalam praktik kegiatan belajar mengajar dan program sekolah sesuai dengan ajaran Pancasila. Artinya, setiap sila ada program khusus untuk mengajarkan kepada anak didik bagaimana menghargai perbedaan itu.

"Setiap sila itu memang praktiknya ada, jadi bukan hanya berupa cerita-cerita. Jadi, program anak asuh pun berbentuk sila. Yang Muslim menyantuni yang non Muslim. Yang Budha menyantuni yang Muslim," urai Sofyan.
 
Artinya sejak awal, lanjut dia, bahwa kita itu tidak bermusuhan. Jadi stereotipe yang ditanamkan tidak bisa dipungkiri ada yang anti Islam, anti Tionghoa, anti Kristen. 

"Tetapi pada saat stereotipe prasangka negatif yang muncul pada otak orang itu karena belum pernah ketemu, namun kalau bisa melihat praktiknya langsung, mereka jadi berfikir, ternyata hidup saya disantuni oleh orang Muslim. Jadi mereka tidak akan pernah berfikiran kalau Islam itu berkaitan dengan hal yang berbau radikalisme. Sebaliknya, tidak ada yang berfikiran orang Tionghoa hanya cari duit saja, cari untungnya saja," demikian Sofyan Tan. 

Diketahui, sekolah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) yang digagas politisi PDI Perjuangan, Sofyan Tan membangun empat rumah ibadah untuk empat agama. Dampaknya positif, ada siswa muslim yang mendesainkan kartu Paskah untuk temannya yang Katholik atau ada siswa Tionghoa beragama Buddha yang sering mengingatkan agar teman Muslim-nya tidak lupa shalat. Pergaulan siswa kaya-miskin, beda ras suku dan agama berlangsung nyaman tanpa sekat.

Yayasan ini didirikan Sofyan Tan pada tahun 1987 dengan tujuan mengembangkan pendidikan bagi anak-anak yang tak mampu, dengan asas pembauran. Sekolah yang didirikannya itu tidak ada kelompok mayoritas atau minoritas. Sofyan mengusahakan agar berbagai kelompok yang ada di masyarakat terwakili. 

Murid-murid sekolah yang dikelolanya terdiri dari anak-anak Tionghoa, Melayu, Batak, India, dan lain-lain. YPSIM juga berdiri atas dasar semangat Pancasila. Mendidik para siswanya dengan ilmu agama yang benar. Guru-guru diseleksi dengan ketat agar bisa membawa pemahaman Pancasila yang baik ke para siswa tanpa harus meninggalkan pendidikan agama.

Quote