Ikuti Kami

Endah Subekti: Tak Ada Manfaat Habiskan Uang Daerah Untuk Iring-Iringan dan Barisan Pengawal

Endah: Daripada untuk gaya-gayaan dengan pengawalan, lebih baik anggarannya dialokasikan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat.

Endah Subekti: Tak Ada Manfaat Habiskan Uang Daerah Untuk Iring-Iringan dan Barisan Pengawal
Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih.

Jakarta, Gesuri.id - Ada pemandangan yang kini menjadi hal biasa setiap kali Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, melakukan kunjungan ke wilayahnya.

Tanpa sirine, tanpa barisan motor pengawalan, dan tanpa rombongan besar, ia tampak hanya didampingi sopir dan menumpangi mobil dinas sederhana.

Langkah itu bukan sekadar gaya kepemimpinan baru, tetapi bentuk nyata dari prinsip efisiensi dan kedekatan dengan rakyat yang ia pegang teguh.

Endah dengan tenang menjelaskan alasannya memilih melenggang tanpa pengawalan. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut lahir dari semangat efisiensi anggaran.

Baginya, tidak ada manfaat menghabiskan uang daerah untuk menunjukkan kekuasaan lewat iring-iringan kendaraan dan barisan pengawal.

“Daripada untuk gaya-gayaan dengan pengawalan, lebih baik anggarannya dialokasikan untuk kegiatan yang langsung bermanfaat bagi masyarakat,” tegasnya, Sabtu (18/10).

Langkah itu juga sekaligus menjadi simbol kepemimpinan yang membumi. Endah sadar, jarak antara pemimpin dan rakyat seringkali terbentuk bukan karena karena sikap yang menciptakan sekat.

Dengan menanggalkan pengawalan berlebihan, ia ingin masyarakat merasa nyaman ketika bertemu dengannya.

“Saya ingin warga tidak sungkan. Kalau saya datang tanpa pengawalan, mereka bisa lebih leluasa menyampaikan pendapat, keluhan, dan harapan,” ujar Bupati perempuan kedua Gunungkidul itu.

Dalam berbagai kesempatan kunjungan ke desa, Endah terlihat akrab menyapa warga, berdialog dengan pedagang pasar, berbincang dengan petani, hingga meninjau fasilitas umum tanpa jarak.

Ia mendengarkan langsung berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, dari kesulitan air bersih, kondisi jalan rusak, hingga kebutuhan pelatihan kerja bagi pemuda desa.

Menurutnya, cara itu lebih efektif untuk merumuskan kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Dan ketika dia turun langsung ke masyarakat maka bakal mengetahui persis kondisi di lapangan.

“Kalau saya langsung turun, saya tahu persis kondisi di lapangan. Saya bisa dengar langsung apa yang dibutuhkan warga. Dari situ, program bisa lebih tepat sasaran,” jelasnya.

Kebiasaan Bupati Endah yang menolak pengawalan besar-besaran juga memunculkan kesan kepemimpinan yang sederhana. Ia tidak ingin masyarakat melihat pemimpinnya sebagai sosok yang berjarak dan penuh formalitas.

“Saya ingin membangun Gunungkidul dengan hati. Kalau terlalu banyak protokol dan pengawalan, nanti rakyat justru sungkan. Padahal, mereka adalah sumber inspirasi saya,” ujarnya.

Langkah Bupati Endah ini mendapat banyak apresiasi dari warga dan aparatur pemerintahan. Banyak yang menilai bahwa sikap tersebut mencerminkan keteladanan, di tengah era birokrasi yang sering kaku dan berjarak.

Beberapa warga bahkan menyebut, mereka kini lebih berani menyampaikan aspirasi langsung kepada sang bupati ketika ia datang ke lapangan tanpa protokol panjang.

Keputusan Endah untuk memangkas pengawalan bukan hanya simbol kesederhanaan, tetapi juga strategi efisiensi.

Setiap penghematan pengeluaran operasional pemerintahan, menurutnya, harus mengarah pada program-program yang membawa manfaat nyata, seperti pembangunan infrastruktur desa, peningkatan layanan kesehatan, hingga pengembangan UMKM.

“Saya ingin menunjukkan bahwa efisiensi bukan hanya soal hemat, tapi soal keberpihakan. Kalau kita hemat untuk hal yang tidak perlu, kita bisa bantu lebih banyak warga,” pungkasnya.

Quote