Malang, Gesuri.id - Calon presiden Ganjar Pranowo dalam diskusinya dengan puluhan rektor dan guru besar perguruan tinggi se-Malang Raya di Universitas Negeri Malang (UM), Senin (16/10), melahirkan satu kesepahaman yakni pemerintahlah yang harus menanggung semua biaya pendidikan warga miskin.
Menurut Ganjar, kesadaran pendidikan masyarakat harus didorong sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Ganjar memprogramkan satu keluarga miskin satu sarjana. "Sepuluh tahun ke depan harus melakukan satu akselerasi, misalnya di dunia pendidikan. Bagi warga miskin sekolahnya ditanggung negara, maka saya sampaikan satu keluarga miskin satu sarjana," katanya.
Upaya itu sebagai langkah mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan memanfaatkan bonus demografi yang didukung dengan percepatan revolusi dalam dunia pendidikan.
"Bagaimana cara memanfaatkan bonus demografi. Butuh revolusi cepat dalam dunia pendidikan," ujar Ganjar. Sudah saatnya, pendidikan selain mencetak kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan skill yang unggul, juga memiliki bekal karakter yang kuat dan baik. Maka, dunia pendidikan harus menjadi satu dengan pembangunan kebudayaan.
"Pendidikan tidak hanya mencetak tukang, tetapi juga harus karakter. Maka, pendidikan dan kebudayaan harus jadi satu," kata Ganjar.
Untuk menunjang keberhasilan pendidikan, juga perlu ditingkatkan kualitas pendidik atau guru. Selain beradaptasi dengan kemajuan teknologi, juga perlu diperhatikan soal kesejahteraan.
"Sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu, gaji guru perlu dinaikkan. Sudah dengar dan tahu, kan?" tuturnya. Sementara itu Rektor Universitas Negeri Malang Haryono mengatakan bahwa pihaknya mengaku senang bisa berdiskusi dan menyampaikan aspirasi soal pendidikan kepada Ganjar Pranowo.
"Alhamdulillah Pak Ganjar berkenan bertemu dengan kami, para pimpinan perguruan tinggi dan guru besar di Malang Raya. Ini memungkinkan kami menggelorakan resonansi pendidikan," katanya.
Dia pun berharap Ganjar mampu menyerap aspirasi para rektor dan guru besar, bahwa konsep pendidikan itu ialah mengemban amanah ideologi dan konstitusi.
"Pendidikan harus berkait dengan kepentingan dan kebudayaan nasional. Kalau lepas, maka pendidikan tidak akan menghasilkan kekuatan nasional," ujar Haryono.