Jogja, Gesuri.id - Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo memaparkan strategi besar penanganan stunting di Kota Yogyakarta yang sudah menunjukkan penurunan signifikan dalam waktu singkat. Dalam wawancara eksklusif bersama Gesuri.id, Hasto mengungkapkan stunting di Jogja turun dari 14,8% menjadi 9,6% hingga September 2025.
“Ini berkat data yang akurat dan kerja bareng kader, kelurahan, DPRD, dan program yang tepat sasaran,” jelasnya.
Menurut Hasto, kunci utama adalah pendataan keluarga melalui 495 kader yang memonitor balita, ibu hamil, hingga pasangan baru menikah. Bahkan, untuk perempuan dengan lingkar lengan terlalu kecil, ia minta agar tidak langsung hamil demi mencegah stunting.
Program pencegahan diperkuat dengan anggaran dari Dana Istimewa Provinsi DIY—hasil advokasi DPRD—yang memberikan Rp100 juta per kelurahan khusus untuk penanganan stunting. Dana ini digunakan untuk menyediakan makanan bergizi seperti telur, ikan, dan daging secara rutin selama enam bulan.
Karena banyak keluarga tidak memiliki kulkas, makanan disimpan di rumah kader dan dibagikan secara door to door. Sistem ini berjalan efektif dan memastikan nutrisi tepat diberikan kepada sasaran.
Selain itu, Hasto menerapkan sistem “1 kampung 1 tenaga kesehatan”. Saat ini sudah ada 169 petugas yang bertanggung jawab memantau seluruh warga yang sakit, lansia, hingga mereka yang sulit berjalan karena tinggal di gang sempit.
Model ini merujuk pada sistem general practitioner atau dokter umum di Belanda, tetapi disesuaikan dengan kemampuan daerah. “Kalau 1 kampung 1 dokter berat. Maka kita mulai dari 1 petugas kesehatan,” katanya.
Hasto menargetkan Jogja bisa menyamai kota-kota terbaik dalam penanganan stunting. Ia bahkan membandingkan capaian Jogja dengan Surabaya yang pernah melonjak drastis saat ia masih di pusat.

















































































