Ikuti Kami

Adian Napitupulu Lontarkan Tantang Terbuka ke Kemenhub dan Aplikator Ojol Untuk Debat Publik

Tantangan ini muncul di tengah desakannya agar pemerintah segera menerbitkan regulasi komprehensif bagi sektor ojek online (ojol).

Adian Napitupulu Lontarkan Tantang Terbuka ke Kemenhub dan Aplikator Ojol Untuk Debat Publik
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, melontarkan tantangan terbuka kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan perusahaan aplikator transportasi daring seperti Gojek dan Grab untuk melakukan debat publik.

Tantangan ini muncul di tengah desakannya agar pemerintah segera menerbitkan regulasi komprehensif bagi sektor ojek online (ojol) yang ia sebut telah beroperasi di luar koridor hukum selama 15 tahun.

Sekjen Pena 98 itu menegaskan bahwa sudah saatnya negara bersikap tegas, tidak hanya berpihak pada korporasi besar. Ia mendesak adanya transparansi data dan pertemuan terbuka antara pihak aplikator, pemerintah, DPR, dan publik.

"Jangan hanya diskusi diam-diam. Ajak media, ajak pakar ekonomi, buka datanya. Kalau memang fair, ayo debat terbuka,” terangnya dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "Efisiensi RUU Transportasi Online" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/5).

Adian terang-terangan mempertanyakan klaim perusahaan aplikator yang menyatakan telah menciptakan lapangan kerja.

"Jangan sampai ada kepahlawanan palsu. Sebelum ada mereka, ojek pangkalan sudah ada. Mereka hanya menginjeksi teknologi. Apakah ada penambahan signifikan dalam jumlah pekerjaan? Harus dihitung, jangan cuma klaim," tegas Adian.

Ia juga menyoroti tuntutan dasar para pengemudi yang belum terpenuhi, yaitu pendapatan yang layak untuk menyekolahkan anak dan hidup layak.

Adian menggambarkan tuntutan ini sebagai sangat manusiawi, namun ironisnya, menurutnya negara gagal menjamin hal tersebut.

"Mereka tidak minta rumah dinas atau mobil mewah. Mereka cuma ingin anak-anak mereka bisa sekolah. Ini permintaan paling manusiawi yang tak mampu dipenuhi negara," ujarnya dengan nada prihatin.

Salah satu poin utama yang menjadi sorotan Adian adalah transparansi dana 5 persen dari total potongan yang seharusnya dialokasikan sebagai tunjangan kesejahteraan pengemudi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. KP 101 Tahun 2022.

Ia menuntut kejelasan penggunaan dana tersebut dan akuntabilitas aplikator.

"Sejak 2022, siapa yang pegang uang 5 persen itu? Ke mana perginya? Mana datanya? Kalau memang untuk kesejahteraan driver, kenapa tidak langsung dikembalikan ke mereka saja?" cecar Adian.

Dia juga secara khusus menuding adanya aroma kepentingan besar di balik pembatalan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi V dan pihak aplikator. Ia mengungkapkan keheranannya atas hilangnya jadwal rapat secara mendadak, padahal sebelumnya telah disepakati dalam rapat internal.

"Ada apa sebenarnya? Masa undangan baru dikirim 25 Mei malam, lalu esok harinya jam 11 pagi dibatalkan karena menteri mendampingi presiden. Padahal surat pemberitahuannya tertanggal 23 Mei. Ini lembaga negara, bukan main-main," terangnya.

Menutup pernyataannya, Adian juga mengkritik inkonsistensi pemerintah dalam menerbitkan regulasi, di mana Permenhub berubah-ubah dalam setahun bisa tiga kali. Negara seharusnya memberi kepastian, bukan kebingungan.

Quote