Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto, menegaskan bahwa PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak boleh kehilangan orientasi terhadap mandat pelayanan publik di tengah tekanan finansial dan tuntutan untuk mencetak laba.
Pernyataan tersebut disampaikan Adisatrya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
"PT KAI memang harus dikelola secara profesional sebagai badan usaha, tetapi jangan lupa bahwa kereta api merupakan layanan publik. Keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan tanggung jawab sosial harus terus dijaga," ujar Adisatrya membuka rapat.
Dalam beberapa tahun terakhir PT KAI mencatat peningkatan kinerja keuangan dan operasional.
Namun, DPR mengingatkan capaian tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan serta keberpihakan terhadap masyarakat yang membutuhkan akses transportasi terjangkau.
Komisi VI juga meminta penjelasan terbuka mengenai model bisnis Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang menjadi proyek unggulan BUMN transportasi tersebut.
Menurut Adisatrya, keberlanjutan proyek kereta cepat tidak hanya diukur dari tingkat okupansi dan pendapatan, tetapi juga dari sejauh mana layanan bisa diakses publik tanpa membebani APBN dan masyarakat.
"Ada tantangan nyata yang sedang dihadapi, mulai dari ongkos operasional yang tinggi hingga kewajiban pembayaran utang. Jangan sampai dorongan mengejar profit justru menurunkan sensitivitas sosial PT KAI," ujarnya.
Komisi VI turut menyoroti dampak sosial dan ekonomi jalur kereta cepat, terutama terhadap masyarakat yang terdampak pembangunan infrastruktur.
Adisatrya mengingatkan bahwa keberadaan Whoosh seharusnya tidak hanya menjadi simbol modernisasi, tetapi juga memberi multiplier effect nyata bagi wilayah sekitar lintasan.
"Masih banyak keluhan dari warga mengenai akses konektivitas sekunder dan belum jelasnya skema pemberdayaan ekonomi di sekitar stasiun kereta cepat. Ini bagian dari tanggung jawab sosial yang tidak bisa ditinggalkan," katanya.
Komisi VI DPR menghargai upaya transformasi PT KAI seperti digitalisasi layanan, pengembangan transit oriented development (TOD), dan perluasan rute.
Namun, DPR menekankan bahwa transformasi tersebut harus ditempatkan dalam kerangka kepentingan publik, bukan semata logika korporasi.
"PT KAI tidak sedang bersaing dalam pasar bebas, tetapi menjalankan mandat konstitusional untuk menyediakan transportasi yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Orientasi ini yang harus selalu menjadi kompas," tegas Adisatrya.